Senin, 16 Januari 2017

Keagungan DIA Dibalik Kelahiran Dirinya





Hari Minggu, tanggal 15 Januari 2016 pukul 20.40 WIB merupakan hari bersejarah bagi dirinya. Seorang putri kecil lahir ke alam dunia setelah kurang lebih sembilan bulan hidup dalam balutan rahim perut ibunya. Ia terlahir normal dengan berat badan 2,75 kg dan panjang 47 cm setelah berjuang bersama-sama dengan ibunya di ruang persalinan. Mukanya putih berseri, cantik dan menyimpan segala asa untuk menjadi putri pejuang kebenaran yang akan bermanfaat serta memberikan berkat bagi alam semesta raya.

Pertama kali mukanya terlihat dari “jalan keluarnya”, sungguh penulis pun merasakan betapa keagungan yang tidak terbatas dari Tuan Semesta Alam, Tuhan YME. Selorohan keseluruhan tubuhnya yang putih bersih tanpa sehelai kain -dengan segala kelengkapan alat tubuhnya, semakin membuat tak kuasa bagi penulis untuk mengucap sujud syukur kepada-Nya. Dia selalu menunjukkan kesempurnaannya dalam mencipta segala makhluk sesuai dengan kehendak-Nya. 

Kelahiran puteri kecil, sebagai karya ciptaan-Nya ini semakin membuktikan bahwa Dia memang “ada” dan “bekerja” berdasarkan prinsip-prinsip penciptaannya. Dia telah menampilkan kekuasaannya dengan mengubah sel sperma seberat tidak lebih dari 10 gram pada awal penciptaannya menjadi 2.750 gram pada akhir kejadiannya. Dia mampu mencipta sesuatu yang tidak berbentuk menjadi bentuk tubuh manusia yang paling sempurna. Dia mampu menciptakan sesuatu yang tidak ada menjadi ada (from nothing to somthing). Oleh karena itulah, tidak ada alasan bagi manusia, termasuk penulis, untuk tidak memuji Dia dengan segala keagungannya.

Dia mampu mengatur dan mengendalikan sistem penciptaan manusia yang luar biasa sempurna. Sebuah sistem penciptaan menusia yang meliputi aktivitas input-proses-output dengan rentang ruang, masa dan waktu yang bersifat metrik. Sistem penciptaan enam fase dari satu sel sperma yang menjadi “input” bertemu dengan sel telur, kemudian “berproses” menjadi zyigot, embrio, tulang, otot dan daging serta keluar “output” dalam bentuk bayi. Rangkain sistemik ini mencerminkan adanya cara kerja, prosedur, dan mekanisme ilmu Tuan Semesta Alam yang dapat menjadi pelajaran bagi umat manusia.
Penciptaan dan kejadian kelahiran bayi ini mempertegas korespondensi kebenaran bahwa Dia Maha Pencipta dalam rangkain enam tahapan utama, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah surat Al Mu’minuun [23] ayat 12-14 berikut ini. “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.

Kelahiran fisik material putri kecil ini ini juga menjadi awal kehidupan yang terpisah antara jabang bayi dengan ibunya. Jika selama 34 minggu sebelumnya si jabang bayi hidup bersatu dan terikat dengan sistem lingkungan hidup di dalam rahim ibunya, maka semenjak kemunculannya di dunia akan terikat dengan sistem lingkungan sekitar yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Kehidupan barunya dimulai semenjak tangisan pertamanya pecah di meja persalinan. Kedua orangtua berperan sangat penting dalam menjaga dan mengawal tumbuh kembang anak sampai dengan kedewasaannya.

Untuk itulah, penulis sendiri bersyukur dengan kelahiran putri kecil ini. Dirinya menjadi “amanah” atau titipan Tuan Semesta Alam yang harus dirawat dan dibesarkan sesuai dengan kehendak-Nya. Orangtua menjadi wakil Tuhan YME di muka bumi pada saat anak masih kecil (semenjak lahir hingga berfungsinya akal pikiran untuk memilih jalan hidupnya). Orangtua harus mengejawantahkan sifat Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang dalam kapasitanya sebagai orangtua untuk membesarkan, mendidik, merawat, memandaikan dan mengajarinya putera dan putrinya menjadi manusia yang diridhai-Nya. Orangtua harus menjadi konduktor (penghantar) di dalam Tuan Semesta Alam berbuat kasih dan sayang kepada seluruh makhluknya.

Inilah tantangan dan tugas mulia dari para orangtua pasca diberikan karunia generasi pelanjut darah dagingnya. Tumbuh kembang dan baik buruknya perkembangan anak tergantung orangtua dan lingkungannya. Orangtua yang benar akan bertanggung jawab penuh atas “design” dan “role model” ajaran hidup yang akan diajarkan kepadanya. Oleh karena itu, hanya kesadaran para orangtua untuk berkorban dan berjuang dalam berbuat kasih dan sayang inilah yang akan mencetak generasi unggulan berdasarkan karakter penciptanya, Tuan Semesta Alam Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Semua harus kembali kepada-Nya, Dia yang mencipta dirinya, maka orangtua harus mendidik dan membesarkan anak sesuai dengan potret diri-Nya.