Hari Kamis (Agustus 2018), Penulis meninggalkan tanah
air Indonesia menuju negeri tetangga Malaysia. Sore itu landasan pacu
pesawat Terminal Internasional Soekarno Hatta menjadi titik luncur
keberangkatan menuju lintasan langit menggunakan salah satu maskapai
penerbangan Negeri Jiran Malaysia . Jarak tempuh kedua ibukota negara ini sekitar 1.143 km sehingga harus ditempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam 50 menit dengan spesifikasi penerbangan di atas langit ketinggian 34.000 kaki (10.000 km) dan kecepatan rata-rata 600km/jam untuk sampai mendarat di Kuala Lumpur Airport Internasional. Pesawat pun melandas pada tengah malam Jumat dini
hari waktu setempat.
Kakiku
akhirnya menginjakkan tanah di negeri seberang dan minum dari air yang
dikeluarkan oleh negeri nan jauh. Bumi dan air ternyata tetaplah walaupun berbeda negara bangsa sehingga tetap saja merasa asing di negeri
orang. Akan tetapi karena adanya sahabat dan kerabat sehingga jarak bangsa-bangsa ini menjadi sirna, dan yang ada justru kedekatan dan
keharmonisan tercipta sesama makhluk ciptaan Tuan Semesta Alam.
Pasca
mendarat dari udara, perjalanan dilanjutkan menggunakan media tanah aspal
kendaraan roda empat. Kecepatan media berkurang drastis dari kendaraan
di atas langit berganti dengan mobil yang menyentuh bumi. Laju mobil
berjalan lancar karena tol di negeri ini cukup lenggang dan tidak macet
sehingga hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk sampai kepada tempat
merebahkan tubuh untuk istirahat.
Sel
dan jaringan tubuh menjalani relaksasi di atas ranjang di salah satu
bangunan bertingkat di negeri Jiran. Energi baru tercipta setelah hampir
3 jam memejamkan mata. Pagi hari terbangun dengan suasana baru di
tempat baru yang terasa berbeda dengan keseharian di ibu kota negeri
Jakarta. Sarapan pagi dengan menu spesial ala Negeri Selangor pun sudah
tersaji untuk mengisi energi terbarukan, "Nasi Lemak Lauk Sotong".
Hari
pertama penulis mengitari beberapa Bandar di Negeri Selangor. Tata kota
dan model peradaban relatif sama dengan yang ada di tempat kelahiran.
Bedanya adalah keramaian dan kesemrawutan kendaraan di Negeri itu lebih
teratur karena volumenya tidak separah yang ada di Indonesia. Hal aneh
dan berbeda dari yang lain adalah adanya motor di jalan tol, sesuatu
yang tidak dijumpai di negeriku. Makan siang ala seafood tak lupa
dirasakan dan setelah itu berpusing-pusing mencari perlengkapan olahraga
untuk bermain badminton. Salah satu olahraga populer yang bisa membuat
tubuh sehat, bugar dan media rekreasi bertemu dengan kerabat sahabat.
Setelah selesai adu tangkas bermain shutlekock, maka kegiatan
selanjutnya adalah tidur mengumpulkan tenaga untuk aktivitas berikutnya.
Hari
Sabtu, perjalanan dilanjutkan ke daerah yang lebih jauh dari Bandar yang yakni di sebuah desa dekat bukit untuk menghadiri acara utama yaitu
pesta pernikahan rekan sejawat. Tradisi dan nuansa pesta cukup berbeda
dengan adat istiadat di negeri sendiri, terlebih lagi jenis dan ragam
masakannya. Satu yang sama adalah makanan andalan, "kambing guling",
rasanya yang universal. Di tempat inilah penulis menemani rekan yang melangsungkan pesta pernikahan lintas negara antar bangsa yang disatukan oleh ikatan cinta dan semangat hidup yang sama. Perjamuan yang cukup besar dihadiri oleh karib kerabat dari kedua mempelai untuk saling memperkenalkan kedua belah keluarga.
Setelah
agenda ini, kegiatan dilanjutkan dengan meeting-meeting untuk memantau
pertumbuhan tanaman di kebun-kebun. Maklum, penulis juga berprofesi
sebagai petani yang sedang merawat dan memonitor tumbuh kembang berbagai
jenis tanaman yang ada di negeri Jiran. Penulis meeting bersama dengan
para penggarap kebun untuk memastikan kelancaran irigasi pengairan,
pemupukan, pembasmian hama, dan lainnya agar tanaman ini dapat tumbuh
berkembang baik akarnya menghujam ke tanah, batangnya menjulang ke
angkasa dan berbuah pada setiap musimnya. Tak lupa juga setelah itu, menu spesial makan malam dengan sate ayam Malaysia, sup kaki sapi dan durian Musang King yang super nikmat. Nostalgia dengan rekan-rekan semakin menambah kesatuan dan keterlibatan antar sesama dalam suasana yang santai penuh makna. Inilah yang dilakukan selama
dua hari terakhir di Tanah Melayu.
Selesai
itu, waktunya bagi penulis untuk berjalan-jalan ria berkeliling Kuala
Lumpur pada hari Senin. Sengaja untuk menikmati transportasi publik,
maka penulis keluar penginapan dengan berjalan kaki guna merasakan transportasi publik berbasis kereta api listrik yakni LRT (Light Rapid Transit) dan MRT (Mass Rapid Transit). Salah satu moda transportasi unggulan di sekitar Bandaraya ini
cukup efektif untuk mengantarkan manusia dari satu tempat ke tempat
lainnya di dalam kota. Teknologi ramah lingkungan dan hemat energi
listrik menjadi keunggulan dari transportasi jenis kereta api ini. Kami
dapat menjangkau lokasi-lokasi strategis dengan harga yang murah dan
kompetitif.
Lokasi
pertama yang dikunjungi adalah Masjid Jamek. Salah satu peninggalan
artefak sejarah ini menjadi simbol Islamisme di Negeri Malaysia. Di
tempat itu banyak wisatawan lain dari penjuru dunia untuk mengetahui
seluk beluk sejarah keberadaan masjid tersebut. Di dalamnya penulis juga
mengamati berbagai jenis bahasa Kitab Suci Al-Quran dengan bahasa Arab,
Inggris, Melayu, Jepang, Cina dan bahasa lainnya.
Tak
sempurna ke Malaysia jika tidak berkunjung ke Menara Kembar Petronas.
Disana penulis mencermati gedung kembar dan isi didalamnya sebagai suatu
mahakarya besar dari sebuah bangsa. Walaupun demikian, isi di dalam
supermarket lantai bawah tetap didominasi oleh produk-produk Barat,
Eropa dan Amerika, sedikit sekali diprioritaskan kepada warga lokal.
Kondisi ini hampir bersifat umum di beberapa negara karena memang
kapitalisme akan menguasai pasar dimana saja. Setelah dari menara kembar, penjelajahan dilanjutkan menuju Kuala Lumpur Tower.
Tempat
strategis lainya yang dikunjungi setelah itu adalah Museum Negara.
Disini banyak terdapat artefak dan bukti sejarah masuknya Islam melalui
Malaka. Selain itu, kisah perjuangan Negeri-Negeri di Malaysia
memerdekakan diri dari penjajahan hingga mencapai proklamasi
kemerdekaan. Dasar dan falsafah negara tersaji dalam lima pasal yang
dipamerkan dalam museum tersebut. Museum juga menyampaikan pesan
Malaysia modern melalui karya dan budaya yang berjalan pada masa
sekarang ini.
Tidak lupa,
untuk mengakhiri petualangan perjalanan keliling Kuala Lumpur
disempurnakan dengan mengunjungi Pasar Sentral Malaysia. Disini sedikit
membeli oleh-oleh kenang-kenangan bagi keluarga dan sahabat.
Barang-barang khusus karya seniman dipajang dan dijualbelikan sebagai
buah tangan bagi para pengunjung. Setelah paripurna berkeliling pasar,
maka penulis meninggalkan lokasi menuju tempat lainnya untuk metting
selanjutnya.
Hari Senin
berlalu dengan penuh warga dan pengalaman baru di negeri orang lain.
Hari Selasa adalah hari terakhir bagi penulis untuk bercengkerama dengan
rekan dan kawan sebelum berpamitan. Suasana kekeluargaan dan
keharmonisan saling tergantung menjadi kunci utama persahabatan dan
bisnis pertanian penggarap lahan. Cinta dan kasih sayang menjadi
variabel pokok untuk mewujudkan kehidupan bersama yang penuh dengan asa,
cita dan berkat alam semesta.
Penulis
pun menuju bandara untuk meninggalkan Bandaraya, Malaysia, yang telah
memberikan endapan memori tak terlupakan. Maskapai penerbangan (MH0723) kembali
memulangkan tubuhku kepada tanah airku yang selama ini menjadi tempat
lahir, hidup dan menjalani setiap detak perjuangan mengabdi kepada
penciptaku. Berjalanlah di muka bumi melihat bagaimana Allah berkuasa
atas segala bangsa yang tunduk kepada-Nya maupun negeri yang
mempersekutukan-Nya. Semua sedang menggenapi tradisi hukum
ketetapannya.