Sabtu, 25 Agustus 2018

Studi Peradaban Negeri Jiran Malaysia


Hari Kamis (Agustus 2018), Penulis meninggalkan tanah air Indonesia menuju negeri tetangga Malaysia. Sore itu landasan pacu pesawat Terminal Internasional Soekarno Hatta menjadi titik luncur keberangkatan menuju lintasan langit menggunakan salah satu maskapai penerbangan Negeri Jiran Malaysia . Jarak tempuh kedua ibukota negara ini sekitar 1.143 km sehingga harus ditempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam 50 menit dengan spesifikasi penerbangan di atas langit ketinggian 34.000 kaki (10.000 km) dan kecepatan rata-rata 600km/jam untuk sampai mendarat di Kuala Lumpur Airport Internasional. Pesawat pun melandas pada tengah malam Jumat dini hari waktu setempat.

Kakiku akhirnya menginjakkan tanah di negeri seberang dan minum dari air yang dikeluarkan oleh negeri nan jauh. Bumi dan air ternyata tetaplah walaupun berbeda negara bangsa sehingga tetap saja merasa asing di negeri orang. Akan tetapi karena adanya sahabat dan kerabat sehingga jarak bangsa-bangsa ini menjadi sirna, dan yang ada justru kedekatan dan keharmonisan tercipta sesama makhluk ciptaan Tuan Semesta Alam.

Pasca mendarat dari udara, perjalanan dilanjutkan menggunakan media tanah aspal kendaraan roda empat. Kecepatan media berkurang drastis dari kendaraan di atas langit berganti dengan mobil yang menyentuh bumi. Laju mobil berjalan lancar karena tol di negeri ini cukup lenggang dan tidak macet sehingga hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk sampai kepada tempat merebahkan tubuh untuk istirahat.

Sel dan jaringan tubuh menjalani relaksasi di atas ranjang di salah satu bangunan bertingkat di negeri Jiran. Energi baru tercipta setelah hampir 3 jam memejamkan mata. Pagi hari terbangun dengan suasana baru di tempat baru yang terasa berbeda dengan keseharian di ibu kota negeri Jakarta. Sarapan pagi dengan menu spesial ala Negeri Selangor pun sudah tersaji untuk mengisi energi terbarukan, "Nasi Lemak Lauk Sotong".

Hari pertama penulis mengitari beberapa Bandar di Negeri Selangor. Tata kota dan model peradaban relatif sama dengan yang ada di tempat kelahiran. Bedanya adalah keramaian dan kesemrawutan kendaraan di Negeri itu lebih teratur karena volumenya tidak separah yang ada di Indonesia. Hal aneh dan berbeda dari yang lain adalah adanya motor di jalan tol, sesuatu yang tidak dijumpai di negeriku. Makan siang ala seafood tak lupa dirasakan dan setelah itu berpusing-pusing mencari perlengkapan olahraga untuk bermain badminton. Salah satu olahraga populer yang bisa membuat tubuh sehat, bugar dan media rekreasi bertemu dengan kerabat sahabat. Setelah selesai adu tangkas bermain shutlekock, maka kegiatan selanjutnya adalah tidur mengumpulkan tenaga untuk aktivitas berikutnya.
Hari Sabtu, perjalanan dilanjutkan ke daerah yang lebih jauh dari Bandar yang yakni di sebuah desa dekat bukit untuk menghadiri acara utama yaitu pesta pernikahan rekan sejawat. Tradisi dan nuansa pesta cukup berbeda dengan adat istiadat di negeri sendiri, terlebih lagi jenis dan ragam masakannya. Satu yang sama adalah makanan andalan, "kambing guling", rasanya yang universal. Di tempat inilah penulis menemani rekan yang melangsungkan pesta pernikahan lintas negara antar bangsa yang disatukan oleh ikatan cinta dan semangat hidup yang sama. Perjamuan yang cukup besar dihadiri oleh karib kerabat dari kedua mempelai untuk saling memperkenalkan kedua belah keluarga. 

Setelah agenda ini, kegiatan dilanjutkan dengan meeting-meeting untuk memantau pertumbuhan tanaman di kebun-kebun. Maklum, penulis juga berprofesi sebagai petani yang sedang merawat dan memonitor tumbuh kembang berbagai jenis tanaman yang ada di negeri Jiran. Penulis meeting bersama dengan para penggarap kebun untuk memastikan kelancaran irigasi pengairan, pemupukan, pembasmian hama, dan lainnya agar tanaman ini dapat tumbuh berkembang baik akarnya menghujam ke tanah, batangnya menjulang ke angkasa dan berbuah pada setiap musimnya. Tak lupa juga setelah itu, menu spesial makan malam dengan sate ayam Malaysia, sup kaki sapi dan durian Musang King yang super nikmat. Nostalgia dengan rekan-rekan semakin menambah kesatuan dan keterlibatan antar sesama dalam suasana yang santai penuh makna. Inilah yang dilakukan selama dua hari terakhir di Tanah Melayu.

Selesai itu, waktunya bagi penulis untuk berjalan-jalan ria berkeliling Kuala Lumpur pada hari Senin. Sengaja untuk menikmati transportasi publik, maka penulis keluar penginapan dengan berjalan kaki guna merasakan transportasi publik berbasis kereta api listrik yakni LRT (Light Rapid Transit) dan MRT (Mass Rapid Transit). Salah satu moda transportasi unggulan di sekitar Bandaraya ini cukup efektif untuk mengantarkan manusia dari satu tempat ke tempat lainnya di dalam kota. Teknologi ramah lingkungan dan hemat energi listrik menjadi keunggulan dari transportasi jenis kereta api ini. Kami dapat menjangkau lokasi-lokasi strategis dengan harga yang murah dan kompetitif.
Lokasi pertama yang dikunjungi adalah Masjid Jamek. Salah satu peninggalan artefak sejarah ini menjadi simbol Islamisme di Negeri Malaysia. Di tempat itu banyak wisatawan lain dari penjuru dunia untuk mengetahui seluk beluk sejarah keberadaan masjid tersebut. Di dalamnya penulis juga mengamati berbagai jenis bahasa Kitab Suci Al-Quran dengan bahasa Arab, Inggris, Melayu, Jepang, Cina dan bahasa lainnya.
Tak sempurna ke Malaysia jika tidak berkunjung ke Menara Kembar Petronas. Disana penulis mencermati gedung kembar dan isi didalamnya sebagai suatu mahakarya besar dari sebuah bangsa. Walaupun demikian, isi di dalam supermarket lantai bawah tetap didominasi oleh produk-produk Barat, Eropa dan Amerika, sedikit sekali diprioritaskan kepada warga lokal. Kondisi ini hampir bersifat umum di beberapa negara karena memang kapitalisme akan menguasai pasar dimana saja.  Setelah dari menara kembar, penjelajahan dilanjutkan menuju Kuala Lumpur Tower.


Tempat strategis lainya yang dikunjungi setelah itu adalah Museum Negara. Disini banyak terdapat artefak dan bukti sejarah masuknya Islam melalui Malaka. Selain itu, kisah perjuangan Negeri-Negeri di Malaysia memerdekakan diri dari penjajahan hingga mencapai proklamasi kemerdekaan. Dasar dan falsafah negara tersaji dalam lima pasal yang dipamerkan dalam museum tersebut. Museum juga menyampaikan pesan Malaysia modern melalui karya dan budaya yang berjalan pada masa sekarang ini.

Tidak lupa, untuk mengakhiri petualangan perjalanan keliling Kuala Lumpur disempurnakan dengan mengunjungi Pasar Sentral Malaysia. Disini sedikit membeli oleh-oleh kenang-kenangan bagi keluarga dan sahabat. Barang-barang khusus karya seniman dipajang dan dijualbelikan sebagai buah tangan bagi para pengunjung. Setelah paripurna berkeliling pasar, maka penulis meninggalkan lokasi menuju tempat lainnya untuk metting selanjutnya.
Hari Senin berlalu dengan penuh warga dan pengalaman baru di negeri orang lain. Hari Selasa adalah hari terakhir bagi penulis untuk bercengkerama dengan rekan dan kawan sebelum berpamitan. Suasana kekeluargaan dan keharmonisan saling tergantung menjadi kunci utama persahabatan dan bisnis pertanian penggarap lahan. Cinta dan kasih sayang menjadi variabel pokok untuk mewujudkan kehidupan bersama yang penuh dengan asa, cita dan berkat alam semesta. 

Penulis pun menuju bandara untuk meninggalkan Bandaraya, Malaysia, yang telah memberikan endapan memori tak terlupakan. Maskapai penerbangan (MH0723) kembali memulangkan tubuhku kepada tanah airku yang selama ini menjadi tempat lahir, hidup dan menjalani setiap detak perjuangan mengabdi kepada penciptaku. Berjalanlah di muka bumi melihat bagaimana Allah berkuasa atas segala bangsa yang tunduk kepada-Nya maupun negeri yang mempersekutukan-Nya. Semua sedang menggenapi tradisi hukum ketetapannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar