Rabu, 20 September 2017

Refleksi dan Kontemplasi 32 Tahun-ku



Refleksi dan Kontemplasi 32 Tahun-ku

Segala Puji bagi Allah, Raja dan Tuan dari alam semesta yang telah memberikan hidup dan kehidupan bagi seluruh makhluk-Nya di seantero jagad raya. Aku bersyukur kepada Dia karena telah mencipta dan membesarkanku melalui perantaraan kedua orang tuaku. Aku memuja kebesaran diri-Mu yang telah merubah genetik sperma dan ovarium tak berbentuk kala itu hingga kini telah menjadi makhluk berbentuk lain seperti diriku, makhluk manusia dengan segala kelengkapan instrumen di dalam diri, dengan segala kelebihan dan kekurangan.

Kini aku menginjak usia 32 tahun semenjak kelahiranku saat itu, hari Jumat tanggal 20 September 1985. Aku telah diberikan nikmat hidup oleh-Mu tidak kurang dari 32 tahun atau 11.520 hari; 276.480 jam; 16.588.800 menit;  995.328.000 detik. Selama jutaan detik itulah aku dapat bernafas dengan udara yang dikaruniakan oleh Allah tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun. Air dan makanan yang dianugerahkan oleh-Nya tidak cukup kata-kata aku dapat bersyukur kepadanya. Pelayanan kasih dan sayang-Nya benar-benar aku rasakan hingga kini, sehingga tidak ada kata lain selain aku akan tetap berusaha memuji diri-Mu, “alhamdulillahi rabbil alamin”, segala puji bagi Allah rabb sekalian alam.

Rahman dan Rahim-Mu sungguh tiada tara. Pada hari ini aku juga telah mendapatkan petunjuk universal “jalan yang lurus” yang selalu diminta-minta oleh mayoritas manusia dan bangsa-bangsa. Lagi-lagi kasih karunia-Mu telah membuka pintu gerbang pemikiranku untuk sanggup tunduk dan patuh kepada Jalan Kebenaran yang menjadi tradisi sunatullah sepanjang masa. Sebuah jalan mendaki lagi sukar tetapi mudah bagi orang-orang yang konsisten terhadapnya. Jalan fitrah yang mengajak manusia berangkat dari keterpurukan kepada keteraturan, kebodohan kepada kepandaian, gelap kepada terang, jahiliyah kepada madinah, kalabendu kepada kalasuba, dan dari chaos to cosmos

Kini menjadi tugas dan pengabdianku sebagai hamba-Nya untuk mencari ridha-Nya. Dia telah memberikan segala kebutuhan dari ketiadaanku hingga keberadaanku seperti hari ini. Aku wajib berbakti dan memberikan bukti kesetiaan kepada pencipta diri-Ku yang menjadi satu-satunya Tuan bagi diriku. Tidak ada tuan-tuan lain selain Tuan Semesta Alam yang mencipta diriku. Aku harus berjuang dan berusaha untuk bisa mewujudkan tujuan Dia menciptaku. Allah mencipta manusia dengan tujuan tertentu. Dia tidak mencipta secara sia-sia terhadap seluruh makhluk yang didesign oleh-Nya.

Dia mencipta manusia agar menjadi potret diri-Nya. Manusia harus menjadi wakil-Nya atau khalifah-Nya di muka bumi. Tentu saja, teori atau dalil ini mengikat diriku sebagai salah satu dari milyaran manusia yang diciptakan oleh-Nya. Aku harus mampu berakhlak seperti akhlak Dia dalam kapasitas sebagai manusia. Jika Allah Tuan Semesta Alam Maha Pengasih dan Penyayang, maka diriku juga harus mempunyai sifat kasih dan sayang. Aku harus bisa berbuat kasih dan sayang kepada makhluk lain sebagaimana Allah telah berbuat kasih dan sayang kepada makhluk-Nya. “Bismillah ar rahman ar rahim” harus terus terpatri dan menjadi karakter dalam diriku sehingga akan dianggap layak dan patut menjadi wakil-Nya di muka bumi.

Konsepsi dan teorema di atas selalu menjadi bahan kontemplasi dan renungan bagiku. Selalu muncul pertanyaan untuk dapat mengukur seberapa besar diriku ini bermanfaat bagi makhluk lain. Kini di hari yang sudah menembus hari ke-11.520 + 1 beberapa pertanyaan ini harus terus aku refleksikan agar bisa bertanggung jawab kepada penciptaku. Adapun pertanyaan itu ada di sini;

Seberapa besar diriku bermanfaat bagi Penciptaku?
Seberapa besar diriku bermanfaat bagi diriku?
Seberapa besar diriku bermanfaat buat orang tuaku?
Seberapa besar diriku bermanfaat bagi komunitasku?
Seberapa besar diriku bermanfaat bagi bangsaku?
Seberapa besar diriku berguna bagi alam semestaku?

Pertanyaan akan nilai kegunaan diri kepada diri dan lingkungan lainnya di atas harus terus dijawab dan diukur sepanjang waktu untuk bisa memastikan daya kebermanfaatan diri kepada makhluk yang lain. Derajat nilai ini dapat dilihat atau diamati dari karya cipta dan perilaku diri yang diberikan kepada makhluk lain. Semakin bisa memberikan kasih dan sayang, dalam bentuk material maupun inmaterial, maka tentu saja derajat kegunaan semakin meningkat. Daya kebermanfaatan seseorang identik dengan banyaknya perjuangan dan atau pengorbanan dirinya untuk berbuat kasih dan sayang kepada makhluk yang lainnya.

Semoga dengan evaluasi dan refleksi nilai kegunaan diri ini akan menjadi proyeksi dalam rangka mewujudkan cita-cita ideal sebagai manusia paripurna sesuai kehendak-Nya. Dia mencipta alam semesta untuk memberikan nilai kegunaan dan kebermanfaatan kepada manusia. Tuan Semesta Alam telah melayani manusia dengan makhluk alam lainnya. Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam harus mampu berbuat dan bertindak sebagaimana makhluk alam seperti flora dan fauna yang hidupnya diperuntukkan untuk kepentingan manusia. 
Akhir kata, dalam masa-masa kehidupanku ke depan ini, maka aku akan tetap berusaha menjadi manusia yang bermanfaat bagi makhluk lainnya. Aku ingin menjadi seperti salah seorang manusia yang diutus oleh-Nya untuk menjadi rahmat bagi alam semesta “rahmatan lil alamin”. Aku adalah manusia yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga aku akan berdoa meminta pertolongan kepada-Nya. Aku akan bersabar dan bertawakal terhadap menapaktilasi “Jalan Kebenaran” ini sampai usiaku habis ditelan oleh waktu. Aku akan konsisten terhadap komitmen yang telah kuikrarkan kepada pencipta diri-Ku. Semoga Dia melindungi dan menolong sepanjang hidup diriku.   

Selasa, 19 September 2017

Setiap Yang Hidup Pasti Mati




Setiap Yang Hidup Pasti Mati
(Keteladanan Pohon Cabai)

Awal Kehidupannya
            Pohon cabai ini penulis cabut pada hari Sabtu tanggal 16 September 2017 pukul 08.30 WIB. Ia telah layu tak berdaya untuk berdiri di tanah tempat singgahnya. Ia tersandar dengan bambu dan ikat tali yang menjeratnya. Ia tak lagi sumringah tetapi sudah menua dan uzur dimakan usia. Ia tak sanggup lagi berbuah dari pangkal dahan tanamannya.
            Penulis bergegas menegakkan batang tubuhnya agar berdiri tegak. Tetapi apalah daya dirinya tetap kembali bersandar pada sandarannya. Ia sudah lelah dan menyerah. Ia tidak lagi produktif seperti biasanya. Banyak penyakit dan virus menyerangnya. Tak tega dengan situasi dan kondisinya, akhirnya ia mati dicabut dari tanah airnya.
  
Masa Pertumbuhannya
            Tanaman cabai ini ditabur kurang lebih pada bulan Juni tahun 2016. Awalnya ia hanyalah sebuah bulir kecil hitam tidak lebih dari 5 gram. Ia kemudian disemai di dalam tanah dan memulai masa-masa hidupnya dengan kemunculan tunas pertamanya. Benih ini mampu melawan daya desakan tanah dan mencari jalan keluar sehingga bisa mendapatkan sinar matahari untuk fotosintesis. Ia terus bergeliat sepanjang waktu dan semakin menampilkan pertumbuhan perkembangannya.
Kesehariannya ia tumbuh berkembang dengan makanan utama air dan pupuk yang diberikan oleh penanamnya. Tunas itu kemudian tumbuh mengeluarkan batang dan dedaunan. Semakin hari semakin membasar akar, batang dan daunnya. Awalnya hanya beberapa dahan dan daun tetapi setelah beberapa hari berikutnya sudah tidak terhitung jumlah daun hijaunya. Tanaman cabai ini terus tegap menjulang melawan angin dan terpaan penyakit lainnya sehingga bisa berdiri kokoh pada tempatnya.

Masa Panen dan Kebermanfaatannya
            Pada kisaran bulan Desember 2016 (enam bulan pasca penanaman), tanaman cabai ini sudah setinggi anak-anak. Ia gagah perkasa dan mulai mengeluarkan buah cabainya. Ia mulai menampakkan karya utamanya berupa bulir-bulir cabai yang menguning. Pamadangan ini sangat menyenangkan bagi penulis yang menanamnya. Hari demi hari volume dan diameter buah cabai semakin membesar dan berubah warnanya.
            Pada saat itu juga, tanaman cabai ini sedang dan akan terus memberikan kebermanfaatan universal bagi penanam atau makhluk lainnya. Buah cabai yang sudah besar dan matang dapat dipanen untuk dinikmati oleh penanamnya. Tidak hanya itu, cabai ini juga diberikan kepada orang lain yang menginginkannya. Ia berhasil dalam masa hidupnya karena bisa berbuah untuk kepentingan di luar dirinya.
            Pohon cabai ini rela berkorban saat buah cabainya dipetik oleh penanamnya. Ia mungkin merasakan sakit karena bagian tubuhnya diambil dan dicabut oleh makhluk lainnya. Ia pasrah dan berserah diri penanamnya mengambil hak dari buah cabainya. Ia ikhlas berkarya dan berbuah untuk dinikmati oleh manusia. Ia bersyukur dapat melayani manusia karena itulah yang menjadi tugas pokoknya diciptakan oleh Tuan Semesta Alam menservis umat manusia. Rasa pedasnya telah menjadi nilai kegunaan dan kebermanfaatan bagi makhluk lainnya. Ia terus berbuah ratusan buah cabai. Ia mencapai puncak produksi dengan jumlah cabai yang tidak terhitung lagi.
Ia tetap berusaha maksimal memberikan karya terbaik pada masa muda atau dewasanya. Namun demikian, seiring dengan waktu dan bertambahnya usia cabai maka produktivitasnya mulai menurun. Ia tidak sanggup lagi berbuah sebagaimana masa-masa sebelumnya. Ia termakan oleh waktu dan tak sanggup lagi berbuah dan memberikan manfaat bagi sekelilingnya. Pohon ini sudah sampai kepada ajalnya.

Masa Kematian Baktinya
            Akhirnya, pada bulan Septermber tahun 2017 atau 15 bulan masa hidupnya (457 hari) dirinya harus dicabut dari tanahnya. Pohon cabai ini mati setelah hampir satu setengah tahun hidup menemani penulis dalam kesehariannya. Ia telah banyak berjasa memberikan “rasa pedas” kepada penulis sebagai penanamnya. Ia telah membuktikan bahwa dirinya sanggup berkorban atas segala sesuatu yang dimiliki kepada tuannya. Ia rela mati pasca berhasil dan sukses memberikan kegembiraan kepada penanamnya.
            Ia telah meninggalkan batang dan tubuhnya yang telah tercabut dari akarnya. Akan tetapi benih dan bijinya tetap abadi karena telah disemai menjadi bibit-bibit baru hasil dari pembuahan cabai yang diambil untuk benih generasinya. Ia tidak hidup sia-sia karena telah mengabdi dan mencurahkan hasil karya dirinya untuk makhluk hidup yang lainnya. Kematiannya pun tidak sia-sia karena sisa-sisa batang dan daunnya menjadi pupuk bagi tanah yang ditinggalkannya.

Nilai Pelajaran Tentangnya
            Itulah pohon sebagai makhluk hidup. Dari awal kehidupannya sampai kematiannya tidak pernah tidak bermanfaat bagi makhluk lainnya terutama bagi manusia. Ia telah berjuang hidup melawan ujian alam dan berhasil membaktikan dirinya dengan memberikan buah cabai sebagai karya yang bermanfaat bagi umat manusia. Ia tidak akan mati sebelum memberikan hasil buahnya. Karena dia hidup, maka sudah pasti tatkala waktunya tiba ajal akan menjemputnya. Ia menjadi terkesan karena berhasil memberikan dampak kegembiraan kepada penanamnya.
            Bagi manusia yang berfikir, tentu saja peristiwa ini menjadi pelajaran yang sangat berharga. Bahwa manusia tidak boleh kalah dengan makhluk lainnya dalam rangka memberikan nilai kegunaan dan kebermanfaatan bagi makhluk lainnya. Manusia harus sanggup berkorban dalam masa-masa hidupnya untuk kepentingan manusia lainya. Dirinya harus sanggup “dipetik” demi kepentingan, kegunaan dan kebermanfaatan misi kehidupan makhluk lainnya.
            Manusia seyogyanya mampu berkarya dan berbakti semasa diberikan ruang dan waktu serta kesempatan pada masa hidupnya. Perbedaan antar manusia hanya ditentukan oleh kegunaan dan kebatilan manusia tersebut kepada suatu kepentingan yang lebih besar. Setiap cipta, rasa dan karsa manusia akan memberikan dampak bagi kehidupan lainnya. Baik dan buruknya karya manusia pada masa hidupnya akan menetukan eksistensi dan esensi manusia pada masa kematiannya. Semua terikat dengan hukum-Nya, siapa yang menanam pasti memanen.
            Itulah hakikat Sang Tuan Raja Alam Semesta mencipta manusia. Dia ingin manusia menjadi potret diri-Nya yang menjadi eksponen memberikan nilai kegunaan dan kebermanfaatan bagi dirinya, sesamanya, makhluk lainnya, dan seluruh alam semesta. Setiap manusia diberikan talenta untuk dikembangkannya sehingga menjadi potensi universal untuk melayani dan berbagi kasih sayang kepada sesamanya. Manusia jangan sampai kalah dalam berbuat kasih sayang sebagaimana pohon cabai memberikan kasih dan sayangnya kepada manusia dalam masa-masa hidupnya. Jadilah manusia seperti Dia yang Maha Pengasih dan Penyayang bagi seluruh makhluk-Nya.