Setiap Yang Hidup
Pasti Mati
(Keteladanan Pohon
Cabai)
Awal Kehidupannya
Pohon
cabai ini penulis cabut pada hari Sabtu tanggal 16 September 2017 pukul 08.30
WIB. Ia telah layu tak berdaya untuk berdiri di tanah tempat singgahnya. Ia
tersandar dengan bambu dan ikat tali yang menjeratnya. Ia tak lagi sumringah
tetapi sudah menua dan uzur dimakan usia. Ia tak sanggup lagi berbuah dari
pangkal dahan tanamannya.
Penulis
bergegas menegakkan batang tubuhnya agar berdiri tegak. Tetapi apalah daya
dirinya tetap kembali bersandar pada sandarannya. Ia sudah lelah dan menyerah.
Ia tidak lagi produktif seperti biasanya. Banyak penyakit dan virus
menyerangnya. Tak tega dengan situasi dan kondisinya, akhirnya ia mati dicabut
dari tanah airnya.
Masa Pertumbuhannya
Tanaman
cabai ini ditabur kurang lebih pada bulan Juni tahun 2016. Awalnya ia hanyalah
sebuah bulir kecil hitam tidak lebih dari 5 gram. Ia kemudian disemai di dalam
tanah dan memulai masa-masa hidupnya dengan kemunculan tunas pertamanya. Benih
ini mampu melawan daya desakan tanah dan mencari jalan keluar sehingga bisa mendapatkan
sinar matahari untuk fotosintesis. Ia terus bergeliat sepanjang waktu dan
semakin menampilkan pertumbuhan perkembangannya.
Kesehariannya
ia tumbuh berkembang dengan makanan utama air dan pupuk yang diberikan oleh
penanamnya. Tunas itu kemudian tumbuh mengeluarkan batang dan dedaunan. Semakin
hari semakin membasar akar, batang dan daunnya. Awalnya hanya beberapa dahan
dan daun tetapi setelah beberapa hari berikutnya sudah tidak terhitung jumlah
daun hijaunya. Tanaman cabai ini terus tegap menjulang melawan angin dan
terpaan penyakit lainnya sehingga bisa berdiri kokoh pada tempatnya.
Masa Panen dan
Kebermanfaatannya
Pada
kisaran bulan Desember 2016 (enam bulan pasca penanaman), tanaman cabai ini
sudah setinggi anak-anak. Ia gagah perkasa dan mulai mengeluarkan buah
cabainya. Ia mulai menampakkan karya utamanya berupa bulir-bulir cabai yang
menguning. Pamadangan ini sangat menyenangkan bagi penulis yang menanamnya.
Hari demi hari volume dan diameter buah cabai semakin membesar dan berubah
warnanya.
Pada
saat itu juga, tanaman cabai ini sedang dan akan terus memberikan
kebermanfaatan universal bagi penanam atau makhluk lainnya. Buah cabai yang
sudah besar dan matang dapat dipanen untuk dinikmati oleh penanamnya. Tidak
hanya itu, cabai ini juga diberikan kepada orang lain yang menginginkannya. Ia berhasil
dalam masa hidupnya karena bisa berbuah untuk kepentingan di luar dirinya.
Pohon
cabai ini rela berkorban saat buah cabainya dipetik oleh penanamnya. Ia mungkin
merasakan sakit karena bagian tubuhnya diambil dan dicabut oleh makhluk
lainnya. Ia pasrah dan berserah diri penanamnya mengambil hak dari buah
cabainya. Ia ikhlas berkarya dan berbuah untuk dinikmati oleh manusia. Ia
bersyukur dapat melayani manusia karena itulah yang menjadi tugas pokoknya
diciptakan oleh Tuan Semesta Alam menservis umat manusia. Rasa pedasnya telah
menjadi nilai kegunaan dan kebermanfaatan bagi makhluk lainnya. Ia terus
berbuah ratusan buah cabai. Ia mencapai puncak produksi dengan jumlah cabai
yang tidak terhitung lagi.
Ia tetap
berusaha maksimal memberikan karya terbaik pada masa muda atau dewasanya. Namun
demikian, seiring dengan waktu dan bertambahnya usia cabai maka
produktivitasnya mulai menurun. Ia tidak sanggup lagi berbuah sebagaimana
masa-masa sebelumnya. Ia termakan oleh waktu dan tak sanggup lagi berbuah dan
memberikan manfaat bagi sekelilingnya. Pohon ini sudah sampai kepada ajalnya.
Masa Kematian Baktinya
Akhirnya,
pada bulan Septermber tahun 2017 atau 15 bulan masa hidupnya (457 hari) dirinya
harus dicabut dari tanahnya. Pohon cabai ini mati setelah hampir satu setengah
tahun hidup menemani penulis dalam kesehariannya. Ia telah banyak berjasa memberikan
“rasa pedas” kepada penulis sebagai penanamnya. Ia telah membuktikan bahwa
dirinya sanggup berkorban atas segala sesuatu yang dimiliki kepada tuannya. Ia
rela mati pasca berhasil dan sukses memberikan kegembiraan kepada penanamnya.
Ia
telah meninggalkan batang dan tubuhnya yang telah tercabut dari akarnya. Akan
tetapi benih dan bijinya tetap abadi karena telah disemai menjadi bibit-bibit
baru hasil dari pembuahan cabai yang diambil untuk benih generasinya. Ia tidak
hidup sia-sia karena telah mengabdi dan mencurahkan hasil karya dirinya untuk
makhluk hidup yang lainnya. Kematiannya pun tidak sia-sia karena sisa-sisa
batang dan daunnya menjadi pupuk bagi tanah yang ditinggalkannya.
Nilai Pelajaran Tentangnya
Itulah
pohon sebagai makhluk hidup. Dari awal kehidupannya sampai kematiannya tidak
pernah tidak bermanfaat bagi makhluk lainnya terutama bagi manusia. Ia telah
berjuang hidup melawan ujian alam dan berhasil membaktikan dirinya dengan
memberikan buah cabai sebagai karya yang bermanfaat bagi umat manusia. Ia tidak
akan mati sebelum memberikan hasil buahnya. Karena dia hidup, maka sudah pasti
tatkala waktunya tiba ajal akan menjemputnya. Ia menjadi terkesan karena
berhasil memberikan dampak kegembiraan kepada penanamnya.
Bagi
manusia yang berfikir, tentu saja peristiwa ini menjadi pelajaran yang sangat
berharga. Bahwa manusia tidak boleh kalah dengan makhluk lainnya dalam rangka
memberikan nilai kegunaan dan kebermanfaatan bagi makhluk lainnya. Manusia
harus sanggup berkorban dalam masa-masa hidupnya untuk kepentingan manusia
lainya. Dirinya harus sanggup “dipetik” demi kepentingan, kegunaan dan
kebermanfaatan misi kehidupan makhluk lainnya.
Manusia
seyogyanya mampu berkarya dan berbakti semasa diberikan ruang dan waktu serta
kesempatan pada masa hidupnya. Perbedaan antar manusia hanya ditentukan oleh
kegunaan dan kebatilan manusia tersebut kepada suatu kepentingan yang lebih
besar. Setiap cipta, rasa dan karsa manusia akan memberikan dampak bagi
kehidupan lainnya. Baik dan buruknya karya manusia pada masa hidupnya akan
menetukan eksistensi dan esensi manusia pada masa kematiannya. Semua terikat
dengan hukum-Nya, siapa yang menanam pasti memanen.
Itulah
hakikat Sang Tuan Raja Alam Semesta mencipta manusia. Dia ingin manusia menjadi
potret diri-Nya yang menjadi eksponen memberikan nilai kegunaan dan
kebermanfaatan bagi dirinya, sesamanya, makhluk lainnya, dan seluruh alam
semesta. Setiap manusia diberikan talenta untuk dikembangkannya sehingga
menjadi potensi universal untuk melayani dan berbagi kasih sayang kepada
sesamanya. Manusia jangan sampai kalah dalam berbuat kasih sayang sebagaimana
pohon cabai memberikan kasih dan sayangnya kepada manusia dalam masa-masa hidupnya. Jadilah manusia
seperti Dia yang Maha Pengasih dan Penyayang bagi seluruh makhluk-Nya.
Perumpamaan yang jelas bung...
BalasHapusselalu saya mengikuti karya bung.. dan adakalanya menjadi topik perkongsian kepada seluruh kenalan... Agar bersama2 menikmati perjalanan hidup yang panjang ini..