Esensi dan Eksistensi
Al-Quran
Al-Quran merupakan sebuah kitab suci yang mulia
berisi petunjuk dan pedoman bagi seluruh umat manusia di muka bumi. Ia adalah
suatu karya peninggalan terbaik dari generasi pendahulunya kepada generasi
setelahnya dalam rangka menjaga ideologi dan kaderisasi orang-orang beriman
sepanjang zaman. Al-Quran memang diperuntukan bagi umat manusia yang hidup pada
zaman sekarang ini, sehingga manusia bisa meneladani dan menapaktilasi cara
atau jalan hidup yang benar sebagaimana dicontohkan oleh para Rasul Allah pada
zaman dahulu.
Al-Quran sebagai sebuah buku atau kitab yang
sempurna memuat pelajaran tentang sistem hidup dan kehidupan yang menjadi
fitrah umat manusia. Struktur Al-Quran yang terdiri atas pembukaan
(Al-Faatihah), isi atau subtansi (Al-Baqarah-Al-Falaq), dan penutupan (An-Naas)
merupakan sistem nilai kewahyuan atau kurikulum yang sistematis dan
berkelanjutan dalam mewujudkan manusia paripurna. Al-Quran memuat teori dan
aplikasi cara, gaya, millah hidup berkehidupan yang benar sesuai dengan
tuntunan sejarah yang tercatat di dalam kisah para utusan-Nya. Al-Quran juga
memuat definisi konseptual dan operasional perihal iman (aqidah), islam
(ibadah) dan ikhsan (muamalah) sebagai satu kesatuan atau integritas
(ketauhidan) manusia sebagai hamba dari Sang Tuan atau Raja alam semesta.
Al-Quran
secara esensi berisi petunjuk “jalan keluar” atau solusi konkret atas segala
permasalahan yang sedang terjadi di dunia pada hari ini. Situasi dan kondisi lokal,
regional, maupun global sedang menuju pada krisis multidimensi tingkat akut dan
mengkhawatirkan. Indikator peperangan antar bangsa-bangsa baik di belahan bumi
Barat maupun Timur dan Timur Tengah semakin membuktikan bahwa dunia
internasional membutuhkan solusi komprehensif dan universal. Penawar dan obat
dari dinamika krisis lintas benua ini jawabannya ada di dalam Al-Quran.
Al-Quran memberikan bukti dan fakta kebenaran
tentang sejarah gejolak kehidupan bangsa-bangsa pada zaman dahulu. Kisah-kisah
para Nabi dan Rasul Allah yang diceritakan dalam Al-Quran mengungkapkan bahwa
nilai-nilai kewahyuan atau Ruhul Qudus dari Allah mampu menetralisir fenomena
perbudakan antar bangsa yang saling menindas kemanusiaan. Kitab-kitab Allah merekam
segala peristiwa penting akan nilai-nilai kabar gembira dan peringatan dari
utusan-Nya kepada setiap bangsa yang mendurhakainya. Sejarah tersebut menjadi
pelajaran berharga bagi generasi yang hidup setelahnya, sehingga tidak diazab
sebagaimana bangsa-bangsa sebelumnya.
Oleh karenanya, Al-Quran mutlak harus
dipelajari dan dipahami oleh manusia agar menjadi pedoman “guidance” dalam
menjalani kehidupan di muka bumi ini. Al-Quran mempunyai berbagai macam fungsi
dan kegunaan untuk menghantarkan manusia kepada jalan fitrahnya, jalan
kebenaran, jalan yang diberkati oleh Allah Tuan Semesta Alam. Beberapa poin di
bawah ini akan menunjukkan eksistensi atau fungsi kegunaan Al-Quran sebagai
dasar atau landasan hidup dan kehidupan manusia.
Fungsi Al-Quran sebagai
Pelajaran Yang Mudah
Kitab suci Al-Quran berisi tentang pelajaran bagi manusia agar bisa
mengabdi dengan benar kepada Sang Pencipta. Al-Quran mengajarkan disiplin
keilmuan mengenai pelajaran tentang hidup dan kehidupan yang benar menurut
Pemilik Kebenaran itu sendiri. Sebagai sebuah pelajaran, tentu saja manusia
harus memahami dan mencermati setiap ayat dan surat dalam Al-Quran sehingga
dapat mengambil inti sari dari subtansi pelajaran tersebut.
Allah sendiri mempermudah manusia agar bisa memahami Al-Quran dengan
bahasa apa saja. Pada awal turunnya wahyu kepada bangsa Arab, tentu saja esensi
ilmu yang diturunkan kepada Muhammad melalui bahasa Arab, karena masyarakat
Quraysy berbahasa Arab. Tidak mungkin wahyu Al-Quran yang diturunkan kepada
orang Arab tetapi Rasulnya berbahasa Inggris atau Cina. Unsur untuk mempermudah
transformasi atau penyampaian pesan adalah bahasa. Sehingga, tatkala Allah
ingin kembali mengajarkan ilmu dan pelajaran-Nya, maka Dia akan mengajarkan
Al-Quran dalam berbagai bahasa, walaupun naskah utama dalam bahasa Arab.
Bagi kita, orang yang tinggal di bumi Nusantara, makhluk ciptaan Allah
juga, maka Dia juga memberikan kemudahan bagi kita untuk memahami Al-Quran
dalam bahasa Indonesia. Mushaf Al-Quran telah diterjemahkan kedalam ratusan
bahasa di dunia, termasuk bahasa Indonesia. Dengan Al-Quran terjemahan ini,
maka kita bisa dengan mudah membaca, memahami dan mengambil pelajaran tentang
berita gembira dan peringatan yang ingin disampaikan Allah kepada manusia.
Tradisi Allah memudahkan Al-Quran dalam bahasa kaumnya dinyatakan dalam
beberapa ayat Al-Quran berikut ini.
Maka sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an itu
dengan bahasamu, agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan Al Qur'an itu
kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan dengannya
kepada kaum yang membangkang. (QS. Maryam (19): 97)
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran,
maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (QS. Al-Qomar (54) : 17, 22, 32,
40).
Kami tidak menurunkan Al Qur'an ini kepadamu agar kamu menjadi
susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), (Yaitu)
Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas 'Arsy. (QS. Thaha (20) : 2-4).
Allah menurunkan wahyu Al-Quran dalam bahasa kaumnya
dengan tujuan agar tidak mempersulit manusia dalam mengambil pelajaran dari
padanya. Inti komunikasi dari penyampai pesan (Allah) membawa pesan (wahyu
dalam Al-Quran) kepada penerima pesan (manusia) membutuhkan sarana atau
mediator yakni bahasa. Jika bahasa ini dipahami dengan benar maka manusia pasti
akan mampu menerima pelajaran berupa pesan atau “risalah” yang disampaikan oleh
Sang pemilik risalah Tuan Semesta Alam.
Al-Quran sebagai Wahyu
Allah Tuan Semesta Alam
Al-Quran berisi tentang wahyu atau
ilmu Allah Tuan Semesta Alam. Ayat-ayat yang terkandung dalam surat atapun juz
Al-Quran semuanya berasal dari Allah, bukan karangan manusia. Manusia tidak
akan pernah bisa mencipta suatu konsep atau model kehidupan sebagaimana konsep
hidup yang diciptakan oleh Tuan Semesta Alam. Al-Quran bukanlah dibuat oleh
para penyair atau pujangga yang tidak mempunyai pengetahuan tentang-Nya.
Kepastikan dan validitas bahwa wahyu ini berasal dari Allah dinyatakan dalam firman-Nya
berikut ini.
Sesungguhnya Al Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang
diturunkan kepada) Rasul yang mulia, dan Al Qur'an itu bukanlah perkataan
seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. Dan bukan pula
perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya.
Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuan semesta alam. (QS. Al-Haqqah (69):
40-43).
Dan jika kamu dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan
kepada hamba Kami, buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan
ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
Maka jika kamu tidak dapat membuat (nya) dan pasti kamu tidak akan dapat
membuat (nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan
batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (QS. Al-Baqarah (2): 23-24)
Manusia tidak boleh ragu akan kebenaran wahyu di dalam
Al-Quran. Jika manusia ragu akan esensi dan eksistensi ayat-ayat Allah, maka
Dia menantang manusia untuk membuat ayat atau teori tentang segala sesuatu.
Manusia tidak akan mampu menandingi ilmu Tuan Semesta Alam. Oleh karena itu,
setiap manusia harus menempatkan dirinya untuk selalu belajar ilmu yang
bersumber dari wahyu Al-Quran. Kitab suci Al-Quran merupakan manifestasi atau
intisari ringkasan dari ilmu yang ada pada alam semesta.
Al-Quran sebagai Pedoman
dan Petunjuk Manusia
Manusia membutuhkan pedoman dan
petunjuk dalam menjalani kehidupan. Pedoman ini akan menjadi pandu atau pelita
perjalanan manusia menuju fitrah tujuan penciptaannya. Petunjuk Al-Quran ibarat
seperti petunjuk atau rambu-rambu lalu lintas di setiap lintasan jalan raya
untuk memandu dan menuntun pengguna jalan raya menuju pada tujuan akhir
sehingga tidak tersesat. Begitu juga dengan Al-Quran yang berisi peta
perjalanan dan rambu-rambu atau batas-batas lintasan kehidupan agar tidak
tersesat dari jalannya. Setiap manusia membutuhkan penunjuk arah jalan
kehidupan yang benar agar pengabdiannya diterima dan diridhai oleh Allah Tuan
Semesta Alam.
Al Qur'an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat
bagi kaum yang meyakini. (QS. Al-Jatsiyah (45): 20)
(Al Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh
manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali
Imran (3): 138)
Al-Quran ibarat seperti lampu yang menerangi kegelapan.
Orang tidak bisa berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan jika tidak
menggunakan petunjuk atau penerang pada jalan yang gelap. Al-Quran ini menjadi
penerang atau pelajaran yang akan menuntun manusia mencapai hakikat dari tujuan
pokok penciptaannya. Jika manusia tidak mengikuti terang itu, maka dirinya akan
tersesat dan terbelenggu dalam model kehidupan jahiliyah dan terkutuk sepanjang
zaman.
Al-Quran sebagai Hadist Perkataan
Terbaik
Allah berkata-kata dalam bahasa Al-Quran yang sangat indah. Perkataan
dalam bahasa Arab diartikan dengan hadist. Perkataan paling baik dan sempurna
adalah perkataan Allah atau Al-Quran. Perkataan paling buruk adalah perkataan
manusia yang ingin memadamkan cahaya Allah. Di dunia ini ada dua perkataan atau
dua model hadist, yaitu hadist Allah dan hadist manusia. Hadist atau perkataan
yang harus diikuti oleh manusia beriman adalah hadist dari Allah Tuan Semesta
Alam yang dituangkan dalam ayat-ayat di dalam mushaf Al-Quran. Pernyataan bahwa
hadist terbaik adalah hadist Allah dinyatakan dalam Al-Quran dibawah ini.
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al
Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya
kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan
hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu
Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan
Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya. (QS. Az-Zumar (39):
23)
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia.
Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan
terjadinya. Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan (nya) daripada Allah.
(QS. An-Nisaa (4): 87)
Allah menggaransi
dan menjamin bahwa perkataan (hadist) paling baik benar adalah perkataan atau
pernyataan dari Allah. Hadist Allah bertujuan untuk memberi petunjuk jalan
kebenaran kepada manusia, sementara hadist atau perkataan manusia ingin
menyesatkan manusia. Manusia pada hari ini dihadapkan oleh dua pilihan, yakni
mengikuti hadist Allah atau hadist-hadist buatan manusia. Hadist Allah bersifat
asli dan tidak terbantahkan secara ilmiah, sementara hadist manusia bersifat
kepalsuan dan mudah ditumbangkan oleh teori manusia lainnya. Informasi bahwa
hadist manusia ini berujuan untuk menyesatkan manusia kepada jalan kebinasaan
dinyatakan dalam firman Allah berikut ini.
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan
yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa
pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan
memperoleh azab yang menghinakan. (QS. Lukman (31): 6)
Mereka ingin hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut
(ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun
orang-orang kafir benci. (QS. Ash-Shaff (61): 8)
Al-Quran sebagai Tafsir
Penjelasan Terbaik
Al-Quran memiliki keajaiban bisa menafsirkan dirinya sendiri. Tiap-tiap
ayat Al-Quran berhubungan atau kohenren dengan ayat lain di dalam surat
lainnya. Satu ayat dengan ayat lainnya saling menjelaskan atau manafsirkan
dirinya sendiri (ayatin mubayinatin). Al-Quran tidak membutuhkan penafsiran
atau interpretasi manusia yang akan berujung pada perdebatan dan perpecahan
umat manusia. Al-Quran sudah menyatakan bahwa ayat-ayat didalamnya merupakan
penjelasan atau tafsir terbaik antar sesamanya, sebagaimana dinyatakan dalam
firman Allah berikut ini.
Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. Dan
Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (An-Nur
(24): 46)
Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Qur'an itu
tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami
perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan
benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang
ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik
penjelasannya. (QS. Al-Furqan (25): 32-33).
Kebanyakan manusia terjebak pada tafsir dari sekelompok
atau golongan manusia sehingga menciptakan bias dan kemajemukan pemahaman
terhadap hakikat suatu ayat. Jika ayat ditafsirkan tidak kontekstual maka akan
berakibat pada suatu penjelasan yang kabur dan tidak memiliki nilai petunjuk
atau pelajaran. Oleh sebab itu, tafsir yang benar adalah tafir dari ayat-ayat
di dalam Al-Quran itu sendiri. Setiap ayat bisa menjelaskan atau menafsirkan
dengan ayat yang lainnya. Itulah salah satu bentuk “mukjizat” dari Al-Quran.
Al-Quran sebagai Nur dan
Ruh Allah
Di dalam Al-Quran terdapat cahaya
atau nur Allah yang dapat menerangi penglihatan manusia. Insan manusia bisa
melihat dalam dua dimensi penglihatan yaitu penglihatan secara fisik dan batin.
Unsur untuk bisa melihat sesuatu harus mempunyai mata, ada objek benda, dan
cahaya. Manusia bisa melihat suatu benda karena adanya cahaya. Walaupun manusia
mempunyai mata dan ada suatu benda dalam ruang tertentu tetapi tidak ada
cahaya, maka manusia tersebut tidak akan bisa melihat benda di sekitarnya itu.
Begitu juga dengan penglihatan secara batin, manusia bisa melihat atau membaca
esensi hidup dan kehidupan apabila mempunyai Nur atau cahaya wahyu Allah,
sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran berikut ini.
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur'an) dengan perintah
Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak
pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya,
yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba
Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang
lurus. (QS. Asy-Syuara (42): 52).
Nilai-nilai kewahyuan di dalam Al-Quran juga merupakan
suatu Ruh; daya hidup; energi spiritual yang menggerakkan manusia untuk
melakukan sesuatu berdasarkan ilmu. Ruh Allah atau Ruhul Qudus adalah sebuah
daya ungkit atau energi yang dapat merubah teori pemahaman menjadi sebuah
perilaku kehidupan. Ruh itu ibarat bahan bakar dalam sebuah kendaraan, ia dapat
berputar menggerakkan roda apabila terjadi perubahan energi dari kimia kepada
energi panas dan gerak. Ruh Al-Quran adalah sebuah energi yang mampu
menggerakkan manusia bahkan menghidupkan orang mati; dalam pengertian mati
kesadarannya menjadi bangkit menjadi manusia yang bermanfaat bagi alam semesta.
Al-Quran sebagai Sumber
Kebenaran
Kitab suci Al-Quran memuat sumber kebenaran dari Tuan
Semesta Alam. Ilmu Allah berasal dari Dia. Satu-satunya kebenaran bersumber
dari Allah Tuan Semesta Alam. Isi dari ayat-ayat Allah di dalamnya mengandung
kebenaran yang bersifat abadi, kekal, konsisten dan tidak ada perubahan.
Kebenaran adalah suatu yang bisa dibuktikan antara teori dengan kenyataan.
Semua teori firman ada bukti nyatakan dalam kehidupan, bahkan pembuktian
kebenaran itu selalu diulang-ulang di dalam kisah cerita Al-Quran. Validitas dan
reliebelitas kebenaran Al-Quran dapat dilihat dari pernyataan Al-Quran berikut
ini.
Dan sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar kebenaran yang
diyakini. (QS. Al-Haqqah (69): 51)
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.
Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja),
tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.
(QS. Al-Maidah (5) : 48).
Kebenaran isi Al-Quran menyempurnakan atau meluruskan
kesalahan-kesalahan atau penyimpangan yang terdapat dalam kitab-kitab
sebelumnya. Banyak isi atau muatan kitab suci sebelumnya yang tidak sesuai
dengan hukum alam atau hukum kehidupan, sehingga keberadaan Al-Quran ini memvalidasi
pernyataan-pernyataan dalam kitab suci sebelumnya. Walaupun demikian, tidak
semua isi di dalam kitab-kitab sebelumnya salah, ada juga nilai pelajaran yang
sifatnya kebenaran dari kitab-kitab Allah tersebut. Al-Quran ini juga
membenarkan kitab-kitab sebelumnya dalam pengertian bahwa kewahyuan di dalam
Taurat dan Injil suatu kebenaran, karena pada dasarnya misi yang dibawa oleh
Muhammad Rasulullah adalah sama dengan apa yang dibawa oleh Musa dan Yesus.
Al-Quran sebagai Sumber Hukum dan Konstitusi
Al-Quran merupakan kitab hukum
Allah yang berisi tentang konstitusi maupun undang-undang dasar dalam menata
suatu tatanan kehidupan yang madinah; kehidupan yang damai dan sejahtera.
Hukum-hukum yang dijelaskan dalam Al-Quran sangat rasional, ilmiah dan bisa
dipertanggungjawabkan secara moral dan psikososial. Hukum Allah bukanlah suatu
hukum yang menakutkan dan melanggar hak-hak asasi manusia. Justru hukum-hukum
Tuan Semesta Alam ini sangat menjunjung hak-hak asasi manusia. Allah yang
mencipta manusia sehingga Dialah yang mempunyai wewenang untuk menjaga dan melindungi
manusia. Satu-satunya cara menjamin hak asasi manusia dan melindungi kehidupan
manusia adalah dengan menegakkan hukumnya. Hukum Allah adalah hukum terbaik dan
tidak bisa dibandingkan dengan hukum jahiliyah buatan bangsa-bangsa.
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah
yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS.
Al-Maidah (5): 50)
Salah satu contoh hukum terbaik
dari hukum Allah adalah hukum Qisash. Allah menjamin dan melindungi manusia
dengan hukum qisash. Hukum nyawa dibalas nyawa dan gigi dibalas gigi adalah
hukum paling adil. Jika manusia tidak mau disakiti oleh manusia janganlah
menyakiti manusia lainnya. Inilah hukum Allah yang paling adil dan menjamin hak
kepemilikan asasi karena Allah merupakan pemberi hak asasi selaku pencipta
manusia. Berikut adalah contoh salah satu contoh dari Al-Quran sebagai sumber
hukum.
Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)
bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung,
telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya.
Barang siapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi)
penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang lalim. (QS. Al-Maidah
(5): 45)
Al-Quran sebagai Rahmat
Manusia yang
memahami Al-Quran dengan benar akan mendapatkan rahmat. Bentuk rahmat adalah
diterimanya atau ridhanya Allah atas segala bentuk pengabdian yang sesuai
dengan ajaran atau tuntutan ilmu di dalam Al-Quran. Rahmat adalah suatu karunia
yang selalu didamba-dambakan oleh orang-orang beriman. Dengan mempelajari Al-Quran
secara hikmat dan khusus, maka manusia akan mendapatkan rahmat dari-Nya.
Prinsip ini dinyatakan dalam firman-Nya berikut ini.
Dan apabila dibacakan Al Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan
perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Araf (7): 204)
Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati,
maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat (QS. Al-Anam (6):
155).
Segala sesuatu
yang ada di dalam Al-Quran merupakan perintah, kehendak dan rencana Tuan
Semesta Alam yang harus diikuti oleh orang beriman. Setiap insan harus bertaqwa
menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya agar mendapat berkat dan rahmat
dari Tuan Yang Maha Esa.
Al-Quran sebagai Peringatan
Al-Quran berisi
tentang peringatan-peringatan bagi manusia yang melanggar ketetapan atau
tradisi-Nya. Allah menjabarkan sunatullah dan perilaku sepanjang zaman melalui
kisah-kisah teladan yang diperankan oleh para Nabi dan Rasul Allah. Misi utama
para utusan Allah tersebut adalah memberikan kabar gembira dan peringatan
sebagaimana informasi atau pesan yang terkandung di dalam Al-Quran. Peringatan
utama dari subtansi Al-Quran adalah manusia harus kembali hidup fitrah menjadi
hamba dan mengabdi hanya kepada satu-satunya tuan yaitu Tuan Semesta Alam,
tidak boleh ada ilah-ilah lain selain al-ilah atau Allah, laa ilaha illa allah.
Jika manusia mendurhakai peringatan-Nya, maka dirinya akan diazab dan dikutuk
oleh Sang pemberi peringatan. Fungsi peringatan Al-Quran ini dituangkan dalam
firman Allah sebagai berikut.
(Al Qur'an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan
supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui
bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal
mengambil pelajaran. (QS. Ibrahim (14): 52)
Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al Qur'an ketika Al
Qur'an itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan
sesungguhnya Al Qur'an itu adalah kitab yang mulia. (Qs. Al-Fushishilat (41):
41).
Orang-orang yang
kafir (menolak) kebenaran firman Allah akan mendapatkan timbal balik berupa
kutuk Allah. Manusia akan celaka manakala tidak mengambil pelajaran dari
Al-Quran, karena pada dasarnya manusia diberikan akal untuk mempelajari firman
Allah. Orang yang tidak menggunakan akalnya tidak dapat mendownload pelajaran
berupa peringatan-peringatan kepada suatu kaum atau bangsa yang mendustakan
kabar gembira datangnya kembali Kerajaan Allah di muka bumi pada ruang dan
waktu yang telah ditetapkan oleh Allah Tuan Semesta Alam.
Al-Quran sebagai Cerita Sejarah yang Valid
Kisah atau cerita
perjalanan jejak para Nabi dan Rasul Allah terekam dengan sempurna di dalam
mushaf Al-Quran. Kisah perjuangan para Rasul dalam menegakkan dan memenangkan
din al-Islam terdokumentasi dengan runtut dan sistematis dalam beberapa surat
di Al-Quran. Allah ingin menceritakan kisah dan kasih para utusan-Nya dalam
membela dan mewujudkan kehidupan damai dan sejahtera di muka bumi, sehingga
manusia bisa mengambil pelajaran dan bersikap sebagaimana para Rasul Allah
menghadapi situasi dan kondisi perjuangan tersebut.
Selain dari kisah
para Rasul Allah yang diutus kepada suatu kaum atau bangsa, Allah juga
mengilustrasikan gambaran bangsa-bangsa yang selalu menetang dan mendustakan
kebangkitan seorang Utusan Tuan Semesta Alam. Allah selalu mengulang-ulang
kisah bangsa-bangsa terdahulu yang mengingkari datangnya kebenaran ayat-ayat
Allah yang disampaikan oleh utusan-Nya. Di dalam Al-Quran sangat terperinci menampilkan
karakter seorang Utusan yang diutus kepada suatu bangsa tertentu, misalnya Nabi
Nuh diutus kepada bangsa Nuh, Nabi Hud kepada bangsa Ad, Nabi Saleh kepada
bangsa Tsamud, Nabi Ibrahim kepada bangsa Urkasdim atau kaum Ibrahm, Nabi Luth
diutus kepada bangsa Sodom, Nabi Syuaib kepada bangsa Madyan, Nabi Musa kepada bangsa
Israel atau Firaun, Isa kepada bangsa Israel atau Herodes, dan Muhammad kepada
bangsa Arab atau Abu Jahal.
Sejarah atau
jejak para Rasul Allah tersebut merupakan bukti kemenangan Allah dalam
menghadapi kemunafikan dan kekafiran dari bangsa-bangsa yang menentang Allah. Bangsa-bangsa
tersebut dihancurkan dan ditenggelamkan kekuasaannya hanya karena menolak
ajakan para Rasul Allah untuk mengabdi kepada satu tuan yakni Tuan Semesta
Alam. Mereka mendustakan ayat-ayat Allah sehingga dibinasakan oleh-Nya,
sementara komunitas para Rasul Allah diselematkan dan dijadikan pengganti atau
khalifah dari bangsa-bangsa yang menindasnya. Itulah kisah konkrit yang harus
dijadikan pelajaran bagi orang-orang yang berfikir, sebagaimana firman Allah
dalam ayat berikut ini.
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman. (QS. Yusuf (12): 111)
Sejarah para
Rasul Allah kepada suatu kaum dan bangsa yang berulang-ulang merupakan suatu
perilaku sunatullah atau tradisi Allah yang tidak pernah berubah dan berganti
sepanjang zaman. Validitas kebenaran cerita ini tidak terbantahkan karena kisah
tersebut bukanlah karangan cerita manusia. Sejarah merupakan gambaran perilaku
Allah dalam mengatur dan mengendalikan alam semesta sepanjang masa.
Al-Quran sebagai Prediksi Futuristik
Al-Quran merupakan kitab yang
diwariskan oleh khalifah untuk generasi setelahnya. Al-Quran berisi pelajaran
dari kehidupan pada masa sebelumnya untuk digenapi dan diulangi pada masa
selanjutnya. Apa yang dituliskan dalam Al-Quran bersifat universal sehingga
berlaku kapan saja dan dimana saja. Seorang mukmin sejati hanyalah menggenapi
firman yang dinyatakan dalam Al-Quran. Isi atau firman Allah yang terdapat di
dalam Al-Quran adalah nubuatan atau prediksi untuk menghadapi kehidupan pada
masa yang akan datang. Firman Allah berikut membuktikan bahwa Al-Quran adalah
kitab prediksi atas kejadian yang akan terjadi pada masa yang tidak akan lama
lagi.
Al Qur'an ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam.
Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Qur'an setelah
beberapa waktu lagi. (QS. Shaad (38): 87-88)
Setiap ayat di
dalam Al-Quran merupakan teori yang harus digenapi atau diimplementasikan oleh
figur manusia. Ia tidak akan kontekstual jika tidak ada pelaku yang akan
menjalaninya. Karena ini sifatnya teori atau nubuatan, maka isi Al-Quran bersifat
ghaib atau prediksi dan hanya bisa digenapi oleh orang yang yakin atau iman
atas isi dari firman Allah tersebut. Orang beriman adalah orang yang yakin akan
suatu peristiwa yang belum terjadi di depan, tetapi dirinya melaksanakan
ayat-ayat yang disampaikan dalam menyongsong dari penggenapai rangkaian firman
berikutnya. Manusia akan mengetahui kebenaran firman setelah teori firman
terbukti dalam kenyataan.
Al-Quran sebagai Strategi Menegakkan Khilafah
Al-Quran merupakan strategi atau
teknik panduan bagi para Nabi dan Rasul dalam memenangkan din al-Islam di atas
segala sistem kehidupan buatan manusia atau bangsa-bangsa. Petunjuk strategi
ini dituangkan dalam bahasa hikmah dan hanya bisa dipahami oleh orang beriman. Misi
utama yang terkandung di dalam Al-Quran adalah misi khilafah atau pengganti
Allah untuk mengelola dan memakmurkan bumi dengan isme kasih dan sayang-Nya, “bismillahi
ar rahman ar rahim”. Oleh karena strategi ini untuk memenangkan din al-Islam,
maka musuh-musuh Allah akan berupa dengan keras agar strategi ini tidak
dijalankan dengan baik oleh orang beriman, sehingga orang kafir bisa
mengalahkannya. Perilaku musyrik ini dinyatakan dalam Al-Quran sebagai berikut.
Dan orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar
dengan sungguh-sungguh akan Al Qur'an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya,
supaya kamu dapat mengalahkan (mereka). (QS. Ash Fushishilat (41): 26).
Al-Quran sebagai
strategi tentu saja tidak diumbar kepada sembarang manusia. Orang-orang yang
diperkenankan atau diberikan petunjuk adalah orang-orang pilihan. Orang yang
tidak dipilih oleh Allah tidak akan bisa memahami Al-Quran. Justru mereka akan
menjadi objek ujian yang menghalangi orang beriman dalam memperjuangkan din
al-Islam. Strategi utama menegakkan din Allah tersusun secara sistematis dalam
beberapa palagan perjuangan baik pengkaderan iman, eksodus maupun jihad di
jalan kebenaran Tuan Semesta Alam. Strategi ini tidak dipahami oleh kaum
ekstrimis maupun fundamentalis yang menghendaki tegaknya khilafah, karena
mereka bergerak atas dasar nafsu, bukan menurut wahyu yang diajarkan
Utusan-Nya.
Itulah fungsi
atau kegunaan Al-Quran bagi orang-orang beriman dan yakin akan tegaknya hukum
Allah Tuan Semesta Alam di muka bumi. Al-Quran adalah pelajaran yang berisi pedoman,
kurikulum, strategi untuk memenangkan sistem hidup dan kehidupan yang fitrah
sehingga manusia dapat mengabdi dengan benar dan mendapat ridha-Nya. Oleh
karena Al-Quran adalah sebuah pelajaran bagi orang yang berakal dan berfikir,
maka sudah menjadi rumus agar mudah memahami Al-Quran, maka terlebih dahulu
memahami anatomi atau struktur dari tubuh Al-Quran itu sendiri.
Anatomi Al-Quran
Al-Quran memiliki anatomi atau struktur
penulisan yang sangat luar biasa indah dan menakjubkan. Anatomi tubuh Al-Quran
diartikan sebagai suatu bagian-bagian yang menyusun kerangka mushaf yang di
dalamnya terdiri atas 114 surat, 6.326 ayat, dan 30 juz. Organisasi pemetaan
ayat-ayat Allah dalam Al-Quran ini memiliki tujuan agar mudah dipahami oleh
manusia yang mengimaninya.
Struktur atau organisasi pemetaan Al-Quran
terdiri atas pembukaan (surat Al-Faatihah), bagian isi (surat Al-Baqarah sampai
Al-Alaq), dan penutupan (surat An-Nas). Masing-masing surat ini memilik ayat
dan penjelasan yang tidak runtut. Al-Quran harus dipelajari secara khusuk agar
memahami setiap arti dan makna dari masing-masing ayat Allah.
Di dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat Allah. Ayat
secara etimologi yang disepakati oleh umumnya para ulama dan ahli bahasa
bermakna tanda atau ‘alamat yang jelas dari sesuatu yang sensible, dan penunjuk
kepada maksud yang rasional. Arti lain dari ayat adalah tanda yang jelas. Adapun
ayat secara istilah adalah satu kalimat (baca: kata) atau lebih yang memiliki
pemisah atau fashl antara sebelum dan sesudahnya, dan ia adalah konten dari
surat tertentu. Ayat juga dapat didefinisikan sebagai sejumlah kalam Allah yang
tersusun di dalam suatu surat di dalam Al-Quran.
Al-Quran terdiri atas 114 surat. Surat secara
etimologi berasal dari kata sur dalam prasa sur al-madinah atau
dinding kota. Maka dari itu istilah tersebut digunakan di dalam Al-Quran karena
ia mencakupi ayat-ayat sebagaimana dinding kota mengelilingi isi kota seperti
rumah, toko-toko dan lain sebagainya. Selain itu, pengertian surat adalah
kumpulan dari ayat-ayat Quran yang memiliki permulaan dan akhiran. Surat yang
paling pendek adalah surat al-Kautsar dan yang paling panjang adalah
al-Baqarah.
Selain dari ayat dan surat, di dalam Al-Quran
juga terdapat juz. Al-Quran sendiri terdiri atas 30 juz. Juz adalah pembagian
al-Quran yang masing-masing memiliki panjang ayat yang sama. Pembagian ini
tidak memiliki hubungan dengan subjek atau pembahasan tertentu. Pemecahan ini
dilakukan guna membantu pembaca yang ingin membagi bacaanya untuk
menghatamkannya selama satu bulan. Pembagian juz juga digunakan untuk memudahkan
dalam pengaksesan, pelacakan dan penghafalan al-Qur’an.
Dimensi Al-Quran; Teori, Bukti dan Pembeda
Al-Quran mempunyai dimensi teori,
bukti dan pembeda. Teori adalah segala pernyataan yang tertulis di dalam
Al-Quran. Bukti adalah fakta atau realisasi dari pernyataan teori yang ada
secara tertulis di dalam mushaf Al-Quran. Pembeda adalah sikap seorang manusia
yang telah ditunjukkan pemahaman teori-teori kitab suci dan diperlihatkan
faktanya di dalam alam kenyataan. Orang yang yakin akan kebenaran teori firman
yang didukung oleh bukti akan mengambil sikap yang berbeda dengan manusia pada
umumnya. Dimensi Al-Quran ini dinyatakan dalam firman Allah berikut.
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan
yang batil. (QS. Al-Baqarah (2): 185).
Gaya Bahasa Al-Quran; Denotatif dan Konotatif
Al-Quran mempunyai dua gaya bahasa
di dalam tulisannya. Bahasa yang pertama adalah bahasa denotatif (muhkamat) yakni
bahasa yang dinyatakan secara lugas dan tegas untuk menyatakan sesuatu. Bahasa
denotatif ini digunakan untuk ayat-ayat yang bersifat hukum, dimana ayat
tersebut tidak multitafsir tetapi jelas dan konkrit. Bahasa yang kedua adalah
bahasa konotatif (mutasyabihat) yakni bahasa kiasan, simbolis, atau perumpamaan
yang membutuhkan penafsiran atau pemaknaan atas ayat tersebut. Penggunaan
bahasa perumpamaan ini untuk menggambarkan sesuatu yang abstrak dengan
menyandingkannya dengan sesuatu yang konkrit. Misalnya, iman manusia yang
bersifat abstrak tidak terlihat diperumpamakan dengan akar suatu pohon. Di
dalam pohon itu ada akarnya tetapi tidak terlihat karena tertutup oleh tanah.
Gaya bahasa Al-Quran ini dinyatakan dalam firman Allah sebagai berikut.
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di
antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an
dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang
mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal
tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang
mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyabihat, semuanya itu dari isi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil
pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS. Ali Imran (3):
7)
Pembagian Surat Al-Quran; Makkiyah dan Madaniyah
Al-Quran terdiri atas 114 surat. Di dalam ratusan surat
tersebut terbagi kedalam dua kelompok besar yakni ayat atau surat makkiyah dan
surat madaniyah. Ayat makiyah adalah ayat yang diturunkan Allah kepada
Rasul-Nya sebelum hijrah. Sementara ayat madaniyah adalah ayat yang diturunkan
oleh Allah setelah Muhammad Rasulullah bersama sahabatnya hijrah ke madinah.
Ciri-ciri surat makkiyah meliputi surat dan jumlah ayat
yang pendek-pendek; ayat-ayat makkiyah pada umumnya berkenaan dengan tauhid dan
upaya pembersihan masyarakat dari perilaku syirik; pensyariatan hukum dalam
ayat-ayat ini sangat sedikit; dan ayat-ayat makkiyah banyak mengandung
kisah-kisah mengenai peri kehidupan dan kisah-kisah para Nabi da Rasul Allah;
dan objek dari ayat makkiyah adalah manusia secara umum.
Sementara itu, ciri-ciri surat madaniyah meliputi surat dengan jumlah
ayat yang panjang-panjang; surat memuat
kewajiban-kewajiban dan hukum-hukum; menjelaskan aturan-aturan perkembangan
kota dan perkotaa, pengadilan, kemasyarakatan, pemerintahan, aturan-aturan
peperangan dan perdamaian; menjelaskan keadaan dan tindakan kaum Munafik dan
sikap kaum Muslimin dan Nabi terhadap mereka; dan objek ayat madaniyah adalah
orang-orang yang beriman.
Pembagian surat
makkiyah dan madaniyah terdiri atas 86 surat makkiyah dan 28 surat madaniyah.
Beberapa contoh surat makkiyah adalah surat Al-Faatihah, Al-Anam, Al-Araf,
Yunus, Hud, Yusuf, dan lain sebagainya. Contoh surat madaniyah adalah
Al-Baqarah, Ali-Imran, An-Nisa, Al-Maidah, Al-Anfal, At-Taubah, An-Nur,
Muhammad, dan lain sebagainya. Pemahaman ayat atau surat makkiyah dan madaniyah
ini sangat penting untuk menerapkan ayat-ayat tersebut pada masa kekinian.
Salah dalam menerapkan ayat akan berujung salah atau sesat tidak sampai kepada
tujuan atau ridha-Nya.
Ruang dan Waktu Belajar Al-Quran
Setelah kita memahami fungsi dan
anatomi Al-Quran, tentu saja kita harus mempunyai kesadaran dan kemauan untuk
mempelajarinya agar mendapatkan pelajaran dan pedoman hidup. Al-Quran itu tidak
hanya sebatas dibaca-baca karena tidaklah mungkin mendapatkan suatu ilmu
pelajaran di dalamnya jika tidak dicermati dan dipahami makna esensinya. Oleh
karena itu, belajar membaca dan memahami Al-Quran menuntut suatu disiplin ruang
dan waktu untuk melakukannya. Carilah tempat yang sunyi dan nyaman untuk
belajar Al-Quran. Sementara waktu ideal untuk mempelajarinya adalah pada malam
hari, sebagaimana perintah Allah dalam Al-Quran berikut ini.
Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk
khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (QS. Al-Muzzammil (73): 6)
Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan
bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari. (QS. Al-Insan
(76): 26)
Dan pada sebahagian malam hari bertahajudlah kamu sebagai suatu
ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang
terpuji. (QS. Al-Isra (17): 79)
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang
yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut
kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran. (QS. Az-Zumar (39): 9)
Jadilah Manusia Berkarakter Al-Quran
Semoga dengan pemahaman tentang
anatomi dan fungsi dari Al-Quran ini, maka kita sebagai manusia semakin
menyadari betapa pentingnya ilmu Allah. Wahyu Allah ditanamkan kepada orang
beriman melalui proses belajar pada waktu malam hari. Orang-orang yang telah memahami
firman Allah akan memiliki derajat dan kualitas yang berbeda jika dibandingkan
dengan manusia lainnya. Wahyu atau ilmu Allah harus berada di dalam diri
manusia. Sofware atau nilai-nilai Ruhul Qudus Al-Quran harus diinstalasikan ke
dalam pikiran manusia sehingga dapat menjalankan program-program yang telah
ditetapkan oleh-Nya.
Manusia yang bermanfaat adalah
manusia yang memahami hakikat dirinya. Manusia adalah wadah atau hardware bagi
sofware atau rumus-rumus wahyu ilahi. Masukkanlah “air” atau wahyu itu ke dalam
diri pribadi kita semuanya, sehingga kita akan menjadi pribadi yang sesuai
dengan firman-Nya. Manusia adalah penggenap dari ilmu atau ayat Allah yang ada
di dalam Al-Quran. Akhlak atau karakter Muhammad adalak Al-Quran. Untuk itu,
berakhlaklah kamu sebagaimana akhlak Allah Tuan Semesta Alam. Satu-satunya jalan
mewujudkan karakter diri seperti karakter-Nya adalah belajar firman-Nya
berdasarkan tuntunan dan petunjuk Saksi Allah Tuan Semesta Alam.
Best.I like It
BalasHapusMantap jiwa
BalasHapusLuar biasa.
BalasHapusBravo !!!
Terimakasih
BalasHapus