Senin, 06 November 2017

Anatomi dan Fungsi Al-Quran




Esensi dan Eksistensi Al-Quran
Al-Quran merupakan sebuah kitab suci yang mulia berisi petunjuk dan pedoman bagi seluruh umat manusia di muka bumi. Ia adalah suatu karya peninggalan terbaik dari generasi pendahulunya kepada generasi setelahnya dalam rangka menjaga ideologi dan kaderisasi orang-orang beriman sepanjang zaman. Al-Quran memang diperuntukan bagi umat manusia yang hidup pada zaman sekarang ini, sehingga manusia bisa meneladani dan menapaktilasi cara atau jalan hidup yang benar sebagaimana dicontohkan oleh para Rasul Allah pada zaman dahulu. 
Al-Quran sebagai sebuah buku atau kitab yang sempurna memuat pelajaran tentang sistem hidup dan kehidupan yang menjadi fitrah umat manusia. Struktur Al-Quran yang terdiri atas pembukaan (Al-Faatihah), isi atau subtansi (Al-Baqarah-Al-Falaq), dan penutupan (An-Naas) merupakan sistem nilai kewahyuan atau kurikulum yang sistematis dan berkelanjutan dalam mewujudkan manusia paripurna. Al-Quran memuat teori dan aplikasi cara, gaya, millah hidup berkehidupan yang benar sesuai dengan tuntunan sejarah yang tercatat di dalam kisah para utusan-Nya. Al-Quran juga memuat definisi konseptual dan operasional perihal iman (aqidah), islam (ibadah) dan ikhsan (muamalah) sebagai satu kesatuan atau integritas (ketauhidan) manusia sebagai hamba dari Sang Tuan atau Raja alam semesta.  
 Al-Quran secara esensi berisi petunjuk “jalan keluar” atau solusi konkret atas segala permasalahan yang sedang terjadi di dunia pada hari ini. Situasi dan kondisi lokal, regional, maupun global sedang menuju pada krisis multidimensi tingkat akut dan mengkhawatirkan. Indikator peperangan antar bangsa-bangsa baik di belahan bumi Barat maupun Timur dan Timur Tengah semakin membuktikan bahwa dunia internasional membutuhkan solusi komprehensif dan universal. Penawar dan obat dari dinamika krisis lintas benua ini jawabannya ada di dalam Al-Quran.
Al-Quran memberikan bukti dan fakta kebenaran tentang sejarah gejolak kehidupan bangsa-bangsa pada zaman dahulu. Kisah-kisah para Nabi dan Rasul Allah yang diceritakan dalam Al-Quran mengungkapkan bahwa nilai-nilai kewahyuan atau Ruhul Qudus dari Allah mampu menetralisir fenomena perbudakan antar bangsa yang saling menindas kemanusiaan. Kitab-kitab Allah merekam segala peristiwa penting akan nilai-nilai kabar gembira dan peringatan dari utusan-Nya kepada setiap bangsa yang mendurhakainya. Sejarah tersebut menjadi pelajaran berharga bagi generasi yang hidup setelahnya, sehingga tidak diazab sebagaimana bangsa-bangsa sebelumnya.  
Oleh karenanya, Al-Quran mutlak harus dipelajari dan dipahami oleh manusia agar menjadi pedoman “guidance” dalam menjalani kehidupan di muka bumi ini. Al-Quran mempunyai berbagai macam fungsi dan kegunaan untuk menghantarkan manusia kepada jalan fitrahnya, jalan kebenaran, jalan yang diberkati oleh Allah Tuan Semesta Alam. Beberapa poin di bawah ini akan menunjukkan eksistensi atau fungsi kegunaan Al-Quran sebagai dasar atau landasan hidup dan kehidupan manusia. 

Fungsi Al-Quran sebagai Pelajaran Yang Mudah
Kitab suci Al-Quran berisi tentang pelajaran bagi manusia agar bisa mengabdi dengan benar kepada Sang Pencipta. Al-Quran mengajarkan disiplin keilmuan mengenai pelajaran tentang hidup dan kehidupan yang benar menurut Pemilik Kebenaran itu sendiri. Sebagai sebuah pelajaran, tentu saja manusia harus memahami dan mencermati setiap ayat dan surat dalam Al-Quran sehingga dapat mengambil inti sari dari subtansi pelajaran tersebut.
Allah sendiri mempermudah manusia agar bisa memahami Al-Quran dengan bahasa apa saja. Pada awal turunnya wahyu kepada bangsa Arab, tentu saja esensi ilmu yang diturunkan kepada Muhammad melalui bahasa Arab, karena masyarakat Quraysy berbahasa Arab. Tidak mungkin wahyu Al-Quran yang diturunkan kepada orang Arab tetapi Rasulnya berbahasa Inggris atau Cina. Unsur untuk mempermudah transformasi atau penyampaian pesan adalah bahasa. Sehingga, tatkala Allah ingin kembali mengajarkan ilmu dan pelajaran-Nya, maka Dia akan mengajarkan Al-Quran dalam berbagai bahasa, walaupun naskah utama dalam bahasa Arab.
Bagi kita, orang yang tinggal di bumi Nusantara, makhluk ciptaan Allah juga, maka Dia juga memberikan kemudahan bagi kita untuk memahami Al-Quran dalam bahasa Indonesia. Mushaf Al-Quran telah diterjemahkan kedalam ratusan bahasa di dunia, termasuk bahasa Indonesia. Dengan Al-Quran terjemahan ini, maka kita bisa dengan mudah membaca, memahami dan mengambil pelajaran tentang berita gembira dan peringatan yang ingin disampaikan Allah kepada manusia. Tradisi Allah memudahkan Al-Quran dalam bahasa kaumnya dinyatakan dalam beberapa ayat Al-Quran berikut ini. 
Maka sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an itu dengan bahasamu, agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan Al Qur'an itu kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang. (QS. Maryam (19): 97)
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (QS. Al-Qomar (54) : 17, 22, 32, 40).
Kami tidak menurunkan Al Qur'an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas 'Arsy. (QS. Thaha (20) : 2-4).
            Allah menurunkan wahyu Al-Quran dalam bahasa kaumnya dengan tujuan agar tidak mempersulit manusia dalam mengambil pelajaran dari padanya. Inti komunikasi dari penyampai pesan (Allah) membawa pesan (wahyu dalam Al-Quran) kepada penerima pesan (manusia) membutuhkan sarana atau mediator yakni bahasa. Jika bahasa ini dipahami dengan benar maka manusia pasti akan mampu menerima pelajaran berupa pesan atau “risalah” yang disampaikan oleh Sang pemilik risalah Tuan Semesta Alam.

Al-Quran sebagai Wahyu Allah Tuan Semesta Alam
Al-Quran berisi tentang wahyu atau ilmu Allah Tuan Semesta Alam. Ayat-ayat yang terkandung dalam surat atapun juz Al-Quran semuanya berasal dari Allah, bukan karangan manusia. Manusia tidak akan pernah bisa mencipta suatu konsep atau model kehidupan sebagaimana konsep hidup yang diciptakan oleh Tuan Semesta Alam. Al-Quran bukanlah dibuat oleh para penyair atau pujangga yang tidak mempunyai pengetahuan tentang-Nya. Kepastikan dan validitas bahwa wahyu ini berasal dari Allah dinyatakan dalam firman-Nya berikut ini.
Sesungguhnya Al Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia, dan Al Qur'an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuan semesta alam. (QS. Al-Haqqah (69): 40-43).
Dan jika kamu dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami, buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat (nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat (nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (QS. Al-Baqarah (2): 23-24)
            Manusia tidak boleh ragu akan kebenaran wahyu di dalam Al-Quran. Jika manusia ragu akan esensi dan eksistensi ayat-ayat Allah, maka Dia menantang manusia untuk membuat ayat atau teori tentang segala sesuatu. Manusia tidak akan mampu menandingi ilmu Tuan Semesta Alam. Oleh karena itu, setiap manusia harus menempatkan dirinya untuk selalu belajar ilmu yang bersumber dari wahyu Al-Quran. Kitab suci Al-Quran merupakan manifestasi atau intisari ringkasan dari ilmu yang ada pada alam semesta.

Al-Quran sebagai Pedoman dan Petunjuk Manusia
Manusia membutuhkan pedoman dan petunjuk dalam menjalani kehidupan. Pedoman ini akan menjadi pandu atau pelita perjalanan manusia menuju fitrah tujuan penciptaannya. Petunjuk Al-Quran ibarat seperti petunjuk atau rambu-rambu lalu lintas di setiap lintasan jalan raya untuk memandu dan menuntun pengguna jalan raya menuju pada tujuan akhir sehingga tidak tersesat. Begitu juga dengan Al-Quran yang berisi peta perjalanan dan rambu-rambu atau batas-batas lintasan kehidupan agar tidak tersesat dari jalannya. Setiap manusia membutuhkan penunjuk arah jalan kehidupan yang benar agar pengabdiannya diterima dan diridhai oleh Allah Tuan Semesta Alam.
Al Qur'an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini. (QS. Al-Jatsiyah (45): 20)
(Al Qur'an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali Imran (3): 138)
            Al-Quran ibarat seperti lampu yang menerangi kegelapan. Orang tidak bisa berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan jika tidak menggunakan petunjuk atau penerang pada jalan yang gelap. Al-Quran ini menjadi penerang atau pelajaran yang akan menuntun manusia mencapai hakikat dari tujuan pokok penciptaannya. Jika manusia tidak mengikuti terang itu, maka dirinya akan tersesat dan terbelenggu dalam model kehidupan jahiliyah dan terkutuk sepanjang zaman.

Al-Quran sebagai Hadist Perkataan Terbaik
            Allah berkata-kata dalam bahasa Al-Quran yang sangat indah. Perkataan dalam bahasa Arab diartikan dengan hadist. Perkataan paling baik dan sempurna adalah perkataan Allah atau Al-Quran. Perkataan paling buruk adalah perkataan manusia yang ingin memadamkan cahaya Allah. Di dunia ini ada dua perkataan atau dua model hadist, yaitu hadist Allah dan hadist manusia. Hadist atau perkataan yang harus diikuti oleh manusia beriman adalah hadist dari Allah Tuan Semesta Alam yang dituangkan dalam ayat-ayat di dalam mushaf Al-Quran. Pernyataan bahwa hadist terbaik adalah hadist Allah dinyatakan dalam Al-Quran dibawah ini.
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya. (QS. Az-Zumar (39): 23)
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya. Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan (nya) daripada Allah. (QS. An-Nisaa (4): 87)
            Allah menggaransi dan menjamin bahwa perkataan (hadist) paling baik benar adalah perkataan atau pernyataan dari Allah. Hadist Allah bertujuan untuk memberi petunjuk jalan kebenaran kepada manusia, sementara hadist atau perkataan manusia ingin menyesatkan manusia. Manusia pada hari ini dihadapkan oleh dua pilihan, yakni mengikuti hadist Allah atau hadist-hadist buatan manusia. Hadist Allah bersifat asli dan tidak terbantahkan secara ilmiah, sementara hadist manusia bersifat kepalsuan dan mudah ditumbangkan oleh teori manusia lainnya. Informasi bahwa hadist manusia ini berujuan untuk menyesatkan manusia kepada jalan kebinasaan dinyatakan dalam firman Allah berikut ini.
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. (QS. Lukman (31): 6)
Mereka ingin hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (QS. Ash-Shaff (61): 8)

Al-Quran sebagai Tafsir Penjelasan Terbaik
Al-Quran memiliki keajaiban bisa menafsirkan dirinya sendiri. Tiap-tiap ayat Al-Quran berhubungan atau kohenren dengan ayat lain di dalam surat lainnya. Satu ayat dengan ayat lainnya saling menjelaskan atau manafsirkan dirinya sendiri (ayatin mubayinatin). Al-Quran tidak membutuhkan penafsiran atau interpretasi manusia yang akan berujung pada perdebatan dan perpecahan umat manusia. Al-Quran sudah menyatakan bahwa ayat-ayat didalamnya merupakan penjelasan atau tafsir terbaik antar sesamanya, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah berikut ini.
Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. Dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (An-Nur (24): 46)
Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. (QS. Al-Furqan (25): 32-33).
            Kebanyakan manusia terjebak pada tafsir dari sekelompok atau golongan manusia sehingga menciptakan bias dan kemajemukan pemahaman terhadap hakikat suatu ayat. Jika ayat ditafsirkan tidak kontekstual maka akan berakibat pada suatu penjelasan yang kabur dan tidak memiliki nilai petunjuk atau pelajaran. Oleh sebab itu, tafsir yang benar adalah tafir dari ayat-ayat di dalam Al-Quran itu sendiri. Setiap ayat bisa menjelaskan atau menafsirkan dengan ayat yang lainnya. Itulah salah satu bentuk “mukjizat” dari Al-Quran.

Al-Quran sebagai Nur dan Ruh Allah
Di dalam Al-Quran terdapat cahaya atau nur Allah yang dapat menerangi penglihatan manusia. Insan manusia bisa melihat dalam dua dimensi penglihatan yaitu penglihatan secara fisik dan batin. Unsur untuk bisa melihat sesuatu harus mempunyai mata, ada objek benda, dan cahaya. Manusia bisa melihat suatu benda karena adanya cahaya. Walaupun manusia mempunyai mata dan ada suatu benda dalam ruang tertentu tetapi tidak ada cahaya, maka manusia tersebut tidak akan bisa melihat benda di sekitarnya itu. Begitu juga dengan penglihatan secara batin, manusia bisa melihat atau membaca esensi hidup dan kehidupan apabila mempunyai Nur atau cahaya wahyu Allah, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran berikut ini.
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (QS. Asy-Syuara (42): 52).
            Nilai-nilai kewahyuan di dalam Al-Quran juga merupakan suatu Ruh; daya hidup; energi spiritual yang menggerakkan manusia untuk melakukan sesuatu berdasarkan ilmu. Ruh Allah atau Ruhul Qudus adalah sebuah daya ungkit atau energi yang dapat merubah teori pemahaman menjadi sebuah perilaku kehidupan. Ruh itu ibarat bahan bakar dalam sebuah kendaraan, ia dapat berputar menggerakkan roda apabila terjadi perubahan energi dari kimia kepada energi panas dan gerak. Ruh Al-Quran adalah sebuah energi yang mampu menggerakkan manusia bahkan menghidupkan orang mati; dalam pengertian mati kesadarannya menjadi bangkit menjadi manusia yang bermanfaat bagi alam semesta.

Al-Quran sebagai Sumber Kebenaran
            Kitab suci Al-Quran memuat sumber kebenaran dari Tuan Semesta Alam. Ilmu Allah berasal dari Dia. Satu-satunya kebenaran bersumber dari Allah Tuan Semesta Alam. Isi dari ayat-ayat Allah di dalamnya mengandung kebenaran yang bersifat abadi, kekal, konsisten dan tidak ada perubahan. Kebenaran adalah suatu yang bisa dibuktikan antara teori dengan kenyataan. Semua teori firman ada bukti nyatakan dalam kehidupan, bahkan pembuktian kebenaran itu selalu diulang-ulang di dalam kisah cerita Al-Quran. Validitas dan reliebelitas kebenaran Al-Quran dapat dilihat dari pernyataan Al-Quran berikut ini.
Dan sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar kebenaran yang diyakini. (QS. Al-Haqqah (69): 51)
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu. (QS. Al-Maidah (5) : 48).
            Kebenaran isi Al-Quran menyempurnakan atau meluruskan kesalahan-kesalahan atau penyimpangan yang terdapat dalam kitab-kitab sebelumnya. Banyak isi atau muatan kitab suci sebelumnya yang tidak sesuai dengan hukum alam atau hukum kehidupan, sehingga keberadaan Al-Quran ini memvalidasi pernyataan-pernyataan dalam kitab suci sebelumnya. Walaupun demikian, tidak semua isi di dalam kitab-kitab sebelumnya salah, ada juga nilai pelajaran yang sifatnya kebenaran dari kitab-kitab Allah tersebut. Al-Quran ini juga membenarkan kitab-kitab sebelumnya dalam pengertian bahwa kewahyuan di dalam Taurat dan Injil suatu kebenaran, karena pada dasarnya misi yang dibawa oleh Muhammad Rasulullah adalah sama dengan apa yang dibawa oleh Musa dan Yesus.

Al-Quran sebagai Sumber Hukum dan Konstitusi
Al-Quran merupakan kitab hukum Allah yang berisi tentang konstitusi maupun undang-undang dasar dalam menata suatu tatanan kehidupan yang madinah; kehidupan yang damai dan sejahtera. Hukum-hukum yang dijelaskan dalam Al-Quran sangat rasional, ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan secara moral dan psikososial. Hukum Allah bukanlah suatu hukum yang menakutkan dan melanggar hak-hak asasi manusia. Justru hukum-hukum Tuan Semesta Alam ini sangat menjunjung hak-hak asasi manusia. Allah yang mencipta manusia sehingga Dialah yang mempunyai wewenang untuk menjaga dan melindungi manusia. Satu-satunya cara menjamin hak asasi manusia dan melindungi kehidupan manusia adalah dengan menegakkan hukumnya. Hukum Allah adalah hukum terbaik dan tidak bisa dibandingkan dengan hukum jahiliyah buatan bangsa-bangsa.
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS. Al-Maidah (5): 50)
Salah satu contoh hukum terbaik dari hukum Allah adalah hukum Qisash. Allah menjamin dan melindungi manusia dengan hukum qisash. Hukum nyawa dibalas nyawa dan gigi dibalas gigi adalah hukum paling adil. Jika manusia tidak mau disakiti oleh manusia janganlah menyakiti manusia lainnya. Inilah hukum Allah yang paling adil dan menjamin hak kepemilikan asasi karena Allah merupakan pemberi hak asasi selaku pencipta manusia. Berikut adalah contoh salah satu contoh dari Al-Quran sebagai sumber hukum.
Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang lalim. (QS. Al-Maidah (5): 45)

Al-Quran sebagai Rahmat
            Manusia yang memahami Al-Quran dengan benar akan mendapatkan rahmat. Bentuk rahmat adalah diterimanya atau ridhanya Allah atas segala bentuk pengabdian yang sesuai dengan ajaran atau tuntutan ilmu di dalam Al-Quran. Rahmat adalah suatu karunia yang selalu didamba-dambakan oleh orang-orang beriman. Dengan mempelajari Al-Quran secara hikmat dan khusus, maka manusia akan mendapatkan rahmat dari-Nya. Prinsip ini dinyatakan dalam firman-Nya berikut ini.
Dan apabila dibacakan Al Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Araf (7): 204)
Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat (QS. Al-Anam (6): 155).
            Segala sesuatu yang ada di dalam Al-Quran merupakan perintah, kehendak dan rencana Tuan Semesta Alam yang harus diikuti oleh orang beriman. Setiap insan harus bertaqwa menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya agar mendapat berkat dan rahmat dari Tuan Yang Maha Esa.

Al-Quran sebagai Peringatan
            Al-Quran berisi tentang peringatan-peringatan bagi manusia yang melanggar ketetapan atau tradisi-Nya. Allah menjabarkan sunatullah dan perilaku sepanjang zaman melalui kisah-kisah teladan yang diperankan oleh para Nabi dan Rasul Allah. Misi utama para utusan Allah tersebut adalah memberikan kabar gembira dan peringatan sebagaimana informasi atau pesan yang terkandung di dalam Al-Quran. Peringatan utama dari subtansi Al-Quran adalah manusia harus kembali hidup fitrah menjadi hamba dan mengabdi hanya kepada satu-satunya tuan yaitu Tuan Semesta Alam, tidak boleh ada ilah-ilah lain selain al-ilah atau Allah, laa ilaha illa allah. Jika manusia mendurhakai peringatan-Nya, maka dirinya akan diazab dan dikutuk oleh Sang pemberi peringatan. Fungsi peringatan Al-Quran ini dituangkan dalam firman Allah sebagai berikut.
(Al Qur'an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran. (QS. Ibrahim (14): 52)
Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al Qur'an ketika Al Qur'an itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al Qur'an itu adalah kitab yang mulia. (Qs. Al-Fushishilat (41): 41).
            Orang-orang yang kafir (menolak) kebenaran firman Allah akan mendapatkan timbal balik berupa kutuk Allah. Manusia akan celaka manakala tidak mengambil pelajaran dari Al-Quran, karena pada dasarnya manusia diberikan akal untuk mempelajari firman Allah. Orang yang tidak menggunakan akalnya tidak dapat mendownload pelajaran berupa peringatan-peringatan kepada suatu kaum atau bangsa yang mendustakan kabar gembira datangnya kembali Kerajaan Allah di muka bumi pada ruang dan waktu yang telah ditetapkan oleh Allah Tuan Semesta Alam.

Al-Quran sebagai Cerita Sejarah yang Valid
            Kisah atau cerita perjalanan jejak para Nabi dan Rasul Allah terekam dengan sempurna di dalam mushaf Al-Quran. Kisah perjuangan para Rasul dalam menegakkan dan memenangkan din al-Islam terdokumentasi dengan runtut dan sistematis dalam beberapa surat di Al-Quran. Allah ingin menceritakan kisah dan kasih para utusan-Nya dalam membela dan mewujudkan kehidupan damai dan sejahtera di muka bumi, sehingga manusia bisa mengambil pelajaran dan bersikap sebagaimana para Rasul Allah menghadapi situasi dan kondisi perjuangan tersebut.
            Selain dari kisah para Rasul Allah yang diutus kepada suatu kaum atau bangsa, Allah juga mengilustrasikan gambaran bangsa-bangsa yang selalu menetang dan mendustakan kebangkitan seorang Utusan Tuan Semesta Alam. Allah selalu mengulang-ulang kisah bangsa-bangsa terdahulu yang mengingkari datangnya kebenaran ayat-ayat Allah yang disampaikan oleh utusan-Nya. Di dalam Al-Quran sangat terperinci menampilkan karakter seorang Utusan yang diutus kepada suatu bangsa tertentu, misalnya Nabi Nuh diutus kepada bangsa Nuh, Nabi Hud kepada bangsa Ad, Nabi Saleh kepada bangsa Tsamud, Nabi Ibrahim kepada bangsa Urkasdim atau kaum Ibrahm, Nabi Luth diutus kepada bangsa Sodom, Nabi Syuaib kepada bangsa Madyan, Nabi Musa kepada bangsa Israel atau Firaun, Isa kepada bangsa Israel atau Herodes, dan Muhammad kepada bangsa Arab atau Abu Jahal.
            Sejarah atau jejak para Rasul Allah tersebut merupakan bukti kemenangan Allah dalam menghadapi kemunafikan dan kekafiran dari bangsa-bangsa yang menentang Allah. Bangsa-bangsa tersebut dihancurkan dan ditenggelamkan kekuasaannya hanya karena menolak ajakan para Rasul Allah untuk mengabdi kepada satu tuan yakni Tuan Semesta Alam. Mereka mendustakan ayat-ayat Allah sehingga dibinasakan oleh-Nya, sementara komunitas para Rasul Allah diselematkan dan dijadikan pengganti atau khalifah dari bangsa-bangsa yang menindasnya. Itulah kisah konkrit yang harus dijadikan pelajaran bagi orang-orang yang berfikir, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut ini.
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. Yusuf (12): 111)
            Sejarah para Rasul Allah kepada suatu kaum dan bangsa yang berulang-ulang merupakan suatu perilaku sunatullah atau tradisi Allah yang tidak pernah berubah dan berganti sepanjang zaman. Validitas kebenaran cerita ini tidak terbantahkan karena kisah tersebut bukanlah karangan cerita manusia. Sejarah merupakan gambaran perilaku Allah dalam mengatur dan mengendalikan alam semesta sepanjang masa.

Al-Quran sebagai Prediksi Futuristik
Al-Quran merupakan kitab yang diwariskan oleh khalifah untuk generasi setelahnya. Al-Quran berisi pelajaran dari kehidupan pada masa sebelumnya untuk digenapi dan diulangi pada masa selanjutnya. Apa yang dituliskan dalam Al-Quran bersifat universal sehingga berlaku kapan saja dan dimana saja. Seorang mukmin sejati hanyalah menggenapi firman yang dinyatakan dalam Al-Quran. Isi atau firman Allah yang terdapat di dalam Al-Quran adalah nubuatan atau prediksi untuk menghadapi kehidupan pada masa yang akan datang. Firman Allah berikut membuktikan bahwa Al-Quran adalah kitab prediksi atas kejadian yang akan terjadi pada masa yang tidak akan lama lagi.
Al Qur'an ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Qur'an setelah beberapa waktu lagi. (QS. Shaad (38): 87-88)
            Setiap ayat di dalam Al-Quran merupakan teori yang harus digenapi atau diimplementasikan oleh figur manusia. Ia tidak akan kontekstual jika tidak ada pelaku yang akan menjalaninya. Karena ini sifatnya teori atau nubuatan, maka isi Al-Quran bersifat ghaib atau prediksi dan hanya bisa digenapi oleh orang yang yakin atau iman atas isi dari firman Allah tersebut. Orang beriman adalah orang yang yakin akan suatu peristiwa yang belum terjadi di depan, tetapi dirinya melaksanakan ayat-ayat yang disampaikan dalam menyongsong dari penggenapai rangkaian firman berikutnya. Manusia akan mengetahui kebenaran firman setelah teori firman terbukti dalam kenyataan.

Al-Quran sebagai Strategi Menegakkan Khilafah
Al-Quran merupakan strategi atau teknik panduan bagi para Nabi dan Rasul dalam memenangkan din al-Islam di atas segala sistem kehidupan buatan manusia atau bangsa-bangsa. Petunjuk strategi ini dituangkan dalam bahasa hikmah dan hanya bisa dipahami oleh orang beriman. Misi utama yang terkandung di dalam Al-Quran adalah misi khilafah atau pengganti Allah untuk mengelola dan memakmurkan bumi dengan isme kasih dan sayang-Nya, “bismillahi ar rahman ar rahim”. Oleh karena strategi ini untuk memenangkan din al-Islam, maka musuh-musuh Allah akan berupa dengan keras agar strategi ini tidak dijalankan dengan baik oleh orang beriman, sehingga orang kafir bisa mengalahkannya. Perilaku musyrik ini dinyatakan dalam Al-Quran sebagai berikut.
Dan orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Qur'an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka). (QS. Ash Fushishilat (41): 26).
            Al-Quran sebagai strategi tentu saja tidak diumbar kepada sembarang manusia. Orang-orang yang diperkenankan atau diberikan petunjuk adalah orang-orang pilihan. Orang yang tidak dipilih oleh Allah tidak akan bisa memahami Al-Quran. Justru mereka akan menjadi objek ujian yang menghalangi orang beriman dalam memperjuangkan din al-Islam. Strategi utama menegakkan din Allah tersusun secara sistematis dalam beberapa palagan perjuangan baik pengkaderan iman, eksodus maupun jihad di jalan kebenaran Tuan Semesta Alam. Strategi ini tidak dipahami oleh kaum ekstrimis maupun fundamentalis yang menghendaki tegaknya khilafah, karena mereka bergerak atas dasar nafsu, bukan menurut wahyu yang diajarkan Utusan-Nya.
            Itulah fungsi atau kegunaan Al-Quran bagi orang-orang beriman dan yakin akan tegaknya hukum Allah Tuan Semesta Alam di muka bumi. Al-Quran adalah pelajaran yang berisi pedoman, kurikulum, strategi untuk memenangkan sistem hidup dan kehidupan yang fitrah sehingga manusia dapat mengabdi dengan benar dan mendapat ridha-Nya. Oleh karena Al-Quran adalah sebuah pelajaran bagi orang yang berakal dan berfikir, maka sudah menjadi rumus agar mudah memahami Al-Quran, maka terlebih dahulu memahami anatomi atau struktur dari tubuh Al-Quran itu sendiri.

Anatomi Al-Quran
Al-Quran memiliki anatomi atau struktur penulisan yang sangat luar biasa indah dan menakjubkan. Anatomi tubuh Al-Quran diartikan sebagai suatu bagian-bagian yang menyusun kerangka mushaf yang di dalamnya terdiri atas 114 surat, 6.326 ayat, dan 30 juz. Organisasi pemetaan ayat-ayat Allah dalam Al-Quran ini memiliki tujuan agar mudah dipahami oleh manusia yang mengimaninya.
Struktur atau organisasi pemetaan Al-Quran terdiri atas pembukaan (surat Al-Faatihah), bagian isi (surat Al-Baqarah sampai Al-Alaq), dan penutupan (surat An-Nas). Masing-masing surat ini memilik ayat dan penjelasan yang tidak runtut. Al-Quran harus dipelajari secara khusuk agar memahami setiap arti dan makna dari masing-masing ayat Allah.
Di dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat Allah. Ayat secara etimologi yang disepakati oleh umumnya para ulama dan ahli bahasa bermakna tanda atau ‘alamat yang jelas dari sesuatu yang sensible, dan penunjuk kepada maksud yang rasional. Arti lain dari ayat adalah tanda yang jelas. Adapun ayat secara istilah adalah satu kalimat (baca: kata) atau lebih yang memiliki pemisah atau fashl antara sebelum dan sesudahnya, dan ia adalah konten dari surat tertentu. Ayat juga dapat didefinisikan sebagai sejumlah kalam Allah yang tersusun di dalam suatu surat di dalam Al-Quran.
Al-Quran terdiri atas 114 surat. Surat secara etimologi berasal dari kata sur dalam prasa sur al-madinah atau dinding kota. Maka dari itu istilah tersebut digunakan di dalam Al-Quran karena ia mencakupi ayat-ayat sebagaimana dinding kota mengelilingi isi kota seperti rumah, toko-toko dan lain sebagainya. Selain itu, pengertian surat adalah kumpulan dari ayat-ayat Quran yang memiliki permulaan dan akhiran. Surat yang paling pendek adalah surat al-Kautsar dan yang paling panjang adalah al-Baqarah.
Selain dari ayat dan surat, di dalam Al-Quran juga terdapat juz. Al-Quran sendiri terdiri atas 30 juz. Juz adalah pembagian al-Quran yang masing-masing memiliki panjang ayat yang sama. Pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan subjek atau pembahasan tertentu. Pemecahan ini dilakukan guna membantu pembaca yang ingin membagi bacaanya untuk menghatamkannya selama satu bulan. Pembagian juz juga digunakan untuk memudahkan dalam pengaksesan, pelacakan dan penghafalan al-Qur’an.

Dimensi Al-Quran; Teori, Bukti dan Pembeda
Al-Quran mempunyai dimensi teori, bukti dan pembeda. Teori adalah segala pernyataan yang tertulis di dalam Al-Quran. Bukti adalah fakta atau realisasi dari pernyataan teori yang ada secara tertulis di dalam mushaf Al-Quran. Pembeda adalah sikap seorang manusia yang telah ditunjukkan pemahaman teori-teori kitab suci dan diperlihatkan faktanya di dalam alam kenyataan. Orang yang yakin akan kebenaran teori firman yang didukung oleh bukti akan mengambil sikap yang berbeda dengan manusia pada umumnya. Dimensi Al-Quran ini dinyatakan dalam firman Allah berikut.
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang batil. (QS. Al-Baqarah (2): 185).

Gaya Bahasa Al-Quran; Denotatif dan Konotatif
Al-Quran mempunyai dua gaya bahasa di dalam tulisannya. Bahasa yang pertama adalah bahasa denotatif (muhkamat) yakni bahasa yang dinyatakan secara lugas dan tegas untuk menyatakan sesuatu. Bahasa denotatif ini digunakan untuk ayat-ayat yang bersifat hukum, dimana ayat tersebut tidak multitafsir tetapi jelas dan konkrit. Bahasa yang kedua adalah bahasa konotatif (mutasyabihat) yakni bahasa kiasan, simbolis, atau perumpamaan yang membutuhkan penafsiran atau pemaknaan atas ayat tersebut. Penggunaan bahasa perumpamaan ini untuk menggambarkan sesuatu yang abstrak dengan menyandingkannya dengan sesuatu yang konkrit. Misalnya, iman manusia yang bersifat abstrak tidak terlihat diperumpamakan dengan akar suatu pohon. Di dalam pohon itu ada akarnya tetapi tidak terlihat karena tertutup oleh tanah. Gaya bahasa Al-Quran ini dinyatakan dalam firman Allah sebagai berikut.   
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari isi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS. Ali Imran (3): 7)

Pembagian Surat Al-Quran; Makkiyah dan Madaniyah
            Al-Quran terdiri atas 114 surat. Di dalam ratusan surat tersebut terbagi kedalam dua kelompok besar yakni ayat atau surat makkiyah dan surat madaniyah. Ayat makiyah adalah ayat yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya sebelum hijrah. Sementara ayat madaniyah adalah ayat yang diturunkan oleh Allah setelah Muhammad Rasulullah bersama sahabatnya hijrah ke madinah.
            Ciri-ciri surat makkiyah meliputi surat dan jumlah ayat yang pendek-pendek; ayat-ayat makkiyah pada umumnya berkenaan dengan tauhid dan upaya pembersihan masyarakat dari perilaku syirik; pensyariatan hukum dalam ayat-ayat ini sangat sedikit; dan ayat-ayat makkiyah banyak mengandung kisah-kisah mengenai peri kehidupan dan kisah-kisah para Nabi da Rasul Allah; dan objek dari ayat makkiyah adalah manusia secara umum.
Sementara itu, ciri-ciri surat madaniyah meliputi surat dengan jumlah ayat yang panjang-panjang; surat memuat kewajiban-kewajiban dan hukum-hukum; menjelaskan aturan-aturan perkembangan kota dan perkotaa, pengadilan, kemasyarakatan, pemerintahan, aturan-aturan peperangan dan perdamaian; menjelaskan keadaan dan tindakan kaum Munafik dan sikap kaum Muslimin dan Nabi terhadap mereka; dan objek ayat madaniyah adalah orang-orang yang beriman.
Pembagian surat makkiyah dan madaniyah terdiri atas 86 surat makkiyah dan 28 surat madaniyah. Beberapa contoh surat makkiyah adalah surat Al-Faatihah, Al-Anam, Al-Araf, Yunus, Hud, Yusuf, dan lain sebagainya. Contoh surat madaniyah adalah Al-Baqarah, Ali-Imran, An-Nisa, Al-Maidah, Al-Anfal, At-Taubah, An-Nur, Muhammad, dan lain sebagainya. Pemahaman ayat atau surat makkiyah dan madaniyah ini sangat penting untuk menerapkan ayat-ayat tersebut pada masa kekinian. Salah dalam menerapkan ayat akan berujung salah atau sesat tidak sampai kepada tujuan atau ridha-Nya.

Ruang dan Waktu Belajar Al-Quran
Setelah kita memahami fungsi dan anatomi Al-Quran, tentu saja kita harus mempunyai kesadaran dan kemauan untuk mempelajarinya agar mendapatkan pelajaran dan pedoman hidup. Al-Quran itu tidak hanya sebatas dibaca-baca karena tidaklah mungkin mendapatkan suatu ilmu pelajaran di dalamnya jika tidak dicermati dan dipahami makna esensinya. Oleh karena itu, belajar membaca dan memahami Al-Quran menuntut suatu disiplin ruang dan waktu untuk melakukannya. Carilah tempat yang sunyi dan nyaman untuk belajar Al-Quran. Sementara waktu ideal untuk mempelajarinya adalah pada malam hari, sebagaimana perintah Allah dalam Al-Quran berikut ini.
Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (QS. Al-Muzzammil (73): 6)
Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari. (QS. Al-Insan (76): 26)
Dan pada sebahagian malam hari bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS. Al-Isra (17): 79)
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar (39): 9)

Jadilah Manusia Berkarakter Al-Quran
Semoga dengan pemahaman tentang anatomi dan fungsi dari Al-Quran ini, maka kita sebagai manusia semakin menyadari betapa pentingnya ilmu Allah. Wahyu Allah ditanamkan kepada orang beriman melalui proses belajar pada waktu malam hari. Orang-orang yang telah memahami firman Allah akan memiliki derajat dan kualitas yang berbeda jika dibandingkan dengan manusia lainnya. Wahyu atau ilmu Allah harus berada di dalam diri manusia. Sofware atau nilai-nilai Ruhul Qudus Al-Quran harus diinstalasikan ke dalam pikiran manusia sehingga dapat menjalankan program-program yang telah ditetapkan oleh-Nya.
Manusia yang bermanfaat adalah manusia yang memahami hakikat dirinya. Manusia adalah wadah atau hardware bagi sofware atau rumus-rumus wahyu ilahi. Masukkanlah “air” atau wahyu itu ke dalam diri pribadi kita semuanya, sehingga kita akan menjadi pribadi yang sesuai dengan firman-Nya. Manusia adalah penggenap dari ilmu atau ayat Allah yang ada di dalam Al-Quran. Akhlak atau karakter Muhammad adalak Al-Quran. Untuk itu, berakhlaklah kamu sebagaimana akhlak Allah Tuan Semesta Alam. Satu-satunya jalan mewujudkan karakter diri seperti karakter-Nya adalah belajar firman-Nya berdasarkan tuntunan dan petunjuk Saksi Allah Tuan Semesta Alam.

4 komentar: