Jumat, 30 Desember 2016

Belajar “Rasa Hidup” dari “Rasa Cabai”



Belajar “Rasa Hidup” dari “Rasa Cabai”


            Hukum kehidupan menyatakan setiap yang menanam pasti memanen. Itulah frasa yang penulis buktikan dan alami melalui aktivitas eksplorasi sederhana dengan menanam tanaman cabai di pekarangan rumah. “Rasa Cabai Pedas” telah penulis cicipi dengan memetik buah cabai setelah menunggu ratusan hari pasca menanamnya. Rasa pedas yang tidak sekedar “pedas” karena ternyata banyak nilai tambah “added value” dari rumus-rumus kehidupan yang dapat diambil dari tumbuh kembangnya tanaman cabai. Sebuah pelajaran yang mencerahkan bagi keberlangsungan hidup dan kehidupan secara benar.
            Buah cabai tidak ada yang tiba-tiba ada, tetapi membutuhkan proses. Awal penulis menanam cabai diawali dari sebulir benih cabai yang beratnya tidak lebih dari 10 gram. Satu benih cabai pada waktu menanam dapat menghasilkan puluhan cabai atau ribuan gram di masing-masing ranting tanaman cabai pada masa memanen. Benih cabai tidak bisa serta merta tumbuh menjadi tanaman cabai, dirinya membutuhkan tanah dan air untuk bisa hidup berkembang menjadi sebuah tanaman cabai. Tanaman cabai harus dirawat, dipupuk, dibersihkan dari hama, diberikan tiang penyangga, dan perawatan lainnya. Itulah ilustrasi dan fakta konkrit dari 1 benih cabai menjadi tanaman cabai dan berbuah puluhan cabai yang terikat dengan ruang, masa dan waktu.
Begitu juga dengan kehidupan ini, setiap ide atau gagasan yang tidak terlihat akan menjadi sesuatu yang konkrit, bermakna dan bermanfaat apabila dikelola, dirawat, diperjuangkan berdasarkan ilmu. Pikiran yang bersifat abstrak dapat berubah wujud menjadi nyata apabila diusahakan dan diupayakan secara maksimal. Ide di dalam pikiran membutuhkan instrumen pendukung, waktu dan energi sehingga bergerak menuju kenyataan. Semua benda karya ciptaan manusia di alam raya ini merupakan hasil dari gambaran ide yang terlintas dalam pikirannya kemudian diproses pada alam kenyataan. Produk ide tersebut mampu memberikan daya kegunaan dan kebermanfaatan bagi manusia dan alam semesta.
Belajar dari hukum kausalitas di atas, maka “rasa kehidupan” seperti kedamaian, kesejahteraan, keadilan, kemakmuran dan lainnya bisa diupayakan dan diperjuangkan oleh komponen dan eksponen manusia pada radius komunitas bangsa. “Rasa pedas” tidak tiba-tiba bisa dinikmati, tetapi rasa dari cabai tersebut harus berproses dari benih, tumbuh kembang, melawan hama, dan akhirnya berbuah cabai. Tentu saja, rasa kedamaian dan kesejahteraan harus diawali dari keinginan bersama untuk mewujudkannya, lalu bersama-sama berproses dan berjuang tumbuh berkembang melawan hambatan maupun rintangan menuju terwujudnya “rasa kehidupan” tersebut. Dengan kata lain, tidak mungkin rasa atau cita-cita kedamaian, kesejahteraan dan keadilan akan tercapai tanpa adanya komunitas bangsa yang menyemai dan konsisten mengelolanya dengan benar.  
Rumusnya, tanaman cabai yang panen di kebun pekarangan rumah ini adalah tanaman yang baik karena akarnya menghujam, batangnya menjulang tinggi besar dan berbuah pada musimnya. Penulis pun juga menyaksikan ada beberapa tanaman cabai yang mati tidak kuat diterpa hama dan ujian alam sehingga tidak mampu berbuah dan tidak dapat dinikmati “rasa pedas”-nya. Benih itu mati terkubur dalam tanah. Sama halnya dengan “rasa hidup” kedamaian dan kesejahteraan, hanya akan bisa dinikmati apabila “tanaman bangsa” ini memiliki akar yang teguh dan batang yang kuat sehingga berbuah setiap musimnya.
Pertanyaannya, apakah para pembaca ini sudah merasakan “rasa hidup” seperti kedamaian, kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan di negeri ini? Hanya kita sendiri yang bisa merasakannya karena kita terlibat dalam sistem hidup bangsa yang gemah ripah loh jinawi ini. Silakan rasakan dengan jujur “rasa cabai” di bangsa ini, sehingga kita akan mampu melihat dengan jernih tumbuh kembang “tanaman negeri” ini. Tanaman yang baik akan menghasilkan buah yang baik dan tanaman yang buruk tidak akan pernah menghasilkan buah yang baik. Negeri yang baik tidak akan pernah menghasilkan situasi dan kondisi hidup dan kehidupan yang tidak baik.     



      

1 komentar:

  1. Walau sudah kepedasan sampai menangis, tetap saja makan sambal pedas!

    BalasHapus