Minggu, 30 Juli 2017

Makan dan Minum Kita Mencipta Masa Depan Kita





Dimensi Raga dan Jiwa Manusia
Kita adalah kata ganti ketiga jamak dari himpunan manusia. Kita, kami, kamu dan aku adalah manusia yang hidup dalam suatu dimensi kehidupan yang sama. Manusia adalah makhluk ciptaan Sang Maha Kuasa yang memiliki dua sisi utama, yakni raga dan jiwa. Kita lahir ke permukaan bumi dalam balutan raga fisik darah dan daging yang sempurna. Dia menganugerahkan intrumen terlengkap pada diri manusia dari panca indera sampai akal pikiran yang menjadi pembeda dari makhluk lainnya. Tidak sebatas itu, Dia juga memberikan dimensi kehidupan jiwa pada setiap insan manusia.  
            Manusia lahir, tumbuh, berkembang, secara natural berdasarkan kebutuhan biologisnya. Raga manusia selalu bertambah besar dan panjang mengikuti perjalanan waktu setiap masa hidupnya. Berat dan tinggi badan manusia tumbuh berkembang karena suplay makanan fisik di dalam tubuhnya. Selain dari tumbuhnya badan atau raga, setiap manusia juga akan mengalami perkembangan cara berfikir di dalam jiwa sehingga menjadi manusia yang berpengetahuan dan berpengalaman. Endapan ilmu di dalam jiwa ditentukan oleh daya serap akal pikirannya terhadap makanan otak yang diperoleh dirinya. Raga dan jiwa sama-sama menagih kebutuhannya untuk perkembangan keduanya. Tanpa itu, lahirnya manusia akan berakhir pada lubang kuburan yang akan menimbun dirinya.
            Untuk itu, pertumbuhan dan perkembangan jiwa dan raga harus berjalan simetris dan paralel. Raga manusia tumbuh bersamaan dengan makanan dan lingkungan yang membentuknya. Begitu juga dengan jiwa manusia, ia akan terbangun melalui aktivitas moral dan perilaku yang membimbing manusia dari kecil hingga dewasa. Konsekuensi logisnya, setiap insan manusia harus selalu memperhatikan makanan fisik untuk menjamin kelangsungan raganya dan mengupayakan pembelajaran keilmuan untuk menumbuh kembangkan jiwa di dalam dirinya.

Sinergi Fisik Material dan Mental Spiritual Manusia
Manusia bersifat fisik material karena diciptakan dari materi. Kelengkapan seluruh tubuhnya merupakan kombinasi tumbuh dan berkembangnya rumusan materi. Alhasil karena dirinya bersifat material, maka sudah pasti untuk menjamin kehidupannya membutuhkan sumber material. Sumber-sumber materi dapat diperoleh dari aktivitas makan dan minum seperti karbohidrat, protein, vitamin, air, dan sumber lainnya. Sumber materi makan fisik ini akan menjamin kehidupan manusia secara fisik. Oleh karenanya, tidak ada manusia yang bisa bertahan hidup tanpa makanan fisik material.
 Manusia adalah makhluk yang mempunyai dimensi mental spiritual. Kehidupan manusia tidak hanya sebatas pemenuhan kebutuhan yang sifatnya material. Banyak juga manusia mati bukan karena kelaparan atau kehausan, tetapi karena gejala mental spiritual yang tidak tumbuh berkembang atau stres berkepanjangan, sehingga memutuskan bunuh diri sebagai pilihan. Dengan kata lain, untuk bisa hidup secara normal membutuhkan asupan spiritual sebagai energinya. Makanan spiritual ini bersifat teoritis dan konsepsi yang bisa membangkitkan manusia guna mencapai spirit atau semangat untuk terus menjalankan hidup dan kehidupan. Itulah manusia, butuh makanan dan kelimuan agar selaras, serasi dan seimbang menjalani hidup zaman sekarang maupun masa depan.
Fisik material membutuhkan daya ungkit secara biologi dari makanan dan minuman yang dikonsumsinya. Fisik manusia ini akan menopang tumbuhnya perkembangan dimensi mental spiritual. Keduanya tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Perkembangan mental spiritual juga sangat ditentukan oleh eksis tidaknya fisik material seorang manusia. Pribadi-pribadi manusia yang berfisik material tangguh dan sehat mempunyai potensi yang besar untuk menciptakan manusia-manusia bermental spiritual yang tinggi. Walaupun demikian, itu belum menjadi jaminan jikalau unsur-unsur makanan dan minuman secara materi maupun spiritual tidak diatur dan dikendalikan dengan benar.  

Otak dan Usus Pengubah Energi Manusia
            Manusia menjalankan aktivitas fisik material dan mental spiritual menggunakan instrumen perangkat tubuhnya. Dua komponen vital manusia yang memiliki peranan vital dan strategis untuk keberlangsungan jiwa raga adalah otak dan usus manusia. Jiwa atau mental spritual membutuhkan asupan energi keilmuan yang diolah di dalam mekanisme otak atau akal pikiran. Sementara untuk raga dan fisik material membutuhkan kesempurnaan prosedur sistemik dalam pencernaan usus manusia guna menghasilkan energi dari makanan darah dan daging. Jika keduanya bermasalah, maka dapat dipastikan manusia akan tinggal menjadi sejarah. Jika salah satu yang bermasalah, misal tidak berjalannya fungsi pencernaan maka manusia akan mati dan menderita secara fisik. Lebih parah lagi jikalau yang eror adalah pikiran otak manusia, maka dirinya akan menjadi orang gila bahkan orang jahat yang merusak peradaban umat manusia.
            Manusia berfikir, berucap dan bertindak ditentukan oleh otak atau akal pikirannya. Seseorang dikatakan pintar atau bodoh tergantung dengan kapasitas memori otak dan optimalisasi rangkaian cara berfikirnya. Kemampuan berfikir sangat ditentukan oleh memori keilmuan yang ada di dalam arsip pikirannya. Jika manusia tidak pernah belajar atau “makan dan minum” tentang ilmu pengetahuan, maka di dalam otak tersebut tidak ada arsip tentangnya, sehingga manusia tidak bisa mengetahui apapun kalau ditanya tentangnya. Alhasil manusia tersebut dikatakan manusia bodoh karena tidak tahu apa-apa pada saat ditanya.
Itulah esensi manusia mati, walaupun dirinya hidup secara fisik tetapi mati secara ilmu pengetahuan atau mental spiritual. Otak yang tidak pernah diberi asupan pengetahuan akan menjadi otak yang tumpul, berkarat, dan tidak memiliki daya kecerdasan baik secara intelektual, emosional maupun spiritual. Untuk itu, agar menjadi manusia yang benar-benar hidup kuncinya adalah belajar dan belajar, membaca dan membaca, menulis dan menulis, ataupun aktivitas lainnya yang dapat menambah daya ingat pengetahuan dan pengalaman dalam diri pikiran manusia. Ingat, Tuhan YME meningkatkan derajat manusia satu dengan lainnya karena ilmu dan ketakwaannya. Berat jenis ilmu inilah yang membedakan antara Profesor dengan tukang becak, karena cara hidup dan makan minumnya mereka sangat berbeda. Itulah rumus dasar kecerdasan yang membedakan derajat manusia.
Selain dari otak, ada satu komponon tubuh manusia yang harus dijaga, dirawat dan diatur dengan bijaksana penggunannya, yakni usus manusia. Usus adalah mekanisme sistem pencernaan manusia yang sangat vital. Jika otak memproses keilmuan dalam pikiran, maka usus memproses makanan fisik di dalam sistem pencernaan. Usus besar, usus kecil, usus dua belas jari dan lainnya sangat mirip dengan cara kerja dendrit dan lapisan neurotransmiter dalam otak manusia. Keduanya sama-sama mengolah, mengubah dan mentransformasikan sumber energi menjadi energi yang mengidupkan. Olahan makanan yang diproses dari mulut, kerongkongan, lambung dan usus diproses sedemikian rupa sehingga menghasilkan enzim, kalori dan energi lainnya untuk membuat tubuh manusia tetap bisa bergerak, bernafas, dan hidup normal.
Untuk itu, pemilihan makanan sehat harus disesuikan dengan karakteristik kesehatan usus. Jika manusia makan sembarang makanan, maka akan berakibat menurunnya fungsi usus dan hilangnya optimalisasi penciptaan energi secara fisik. Makan dan minumlah sesuai porsi dan aturan, hindari hal-hal destruktif yang dapat merusak usus, serta biasakan menjaga kesehatan usus dengan terapi atau diet yang benar. Semua penyakit kebanyakan bersumber dari perut. Usus di dalam perut sangat rentan dan riskan jikalau tidak dijaga dengan makan dan minum yang sehat. Kesadaran dan komitmen menjaga makanan akan menjamin kesehatan masa depan. Acuh tak acuh terhadap minuman yang dialirkan ke dalam tubuh akan beresiko berkurangnya jumlah harapan hidup di masa depan.            

Dominasi Ilmu Melawan Hawa Nafsu Manusia
            Oleh karenanya, otak dan usus manusia harus dirawat dan dioptimalkan secara berkelanjutan. Otak berfungsi untuk membangun hierarki konsep keilmuan yang bermanfaat bagi kehidupan. Otak membutuhkan makanan yang bersifat nilai atau keilmuan dari suatu ilmu pengetahuan. Ilmu yang telah dikonsumsi oleh neuro-transmiter di dalam lapisan dendrit pikiran manusia akan tersimpan dalam memori dan menghasilkan daya gerak dan daya hidup yang besar bagi kehidupan. Jika ilmu yang direkam dan diinstal dalam pikiran adalah ilmu kebenaran universal, maka manusia akan menjadi makhluk kebenaran yang bermanfaat bagi alam semesta raya.
Namun demikian, jika di dalam diri manusia tidak diberikan makanan ilmu tetapi condong kepada konsumsi unsur-unsur nafsu, maka manusia akan menjadi makhluk yang buas dan merusakan peradaban. Manusia akan menjadi jelmaan hawa nafsu yang destruktif dan manipulatif serta orientasi fisik material. Dominasi ilmu atau nafsu di dalam pikiran manusia tergantung oleh kekuatan ilmu atau nafsu yang mengendalikannya. Oleh sebab itu, manusia harus selalu belajar dan mengingat ilmu agar bisa mengalahkan desakan dan jebakan hawa nafsu.
Terakhir, untuk menjadi manusia paripurna yang berilmu dan terbebas dari kendali hawa nafsu, maka setiap diri manusia harus benar-benar memanfaatkan dan mengoptomalkan anugerah-Nya yaitu otak dan usus di dalamnya. Makan dan minumlah ilmu kebenaran yang bersifat universal baik dalam dimensi spiritual, emosional maupun intelektual sehingga akan tercipta kualitas jiwa manusia yang berisme dan karakter Tuan Semesta Alam Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Tidak cukup disitu, setiap insan harus memperhatikan makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh ususnya, sehingga tercetak raga manusia yang sehat, bugar dan tubah yang perkasa.
Perpaduan kualitas antara raga dan jiwa, fisik material dan mental spiritual, serta dominasi ilmu atas hawa nafsu, pasti akan menciptakan manusia-manusia unggul di masa depan yang akan menjadi wakil atau khalifah-Nya di muka bumi. Semua ini akan terjadi manakala setiap diri berkomitmen dan konsisten untuk memulai dari sekarang, dari yang terkecil, dan dari diri sendiri akan arti pentingnya “makan dan minum” secara sehat dan seimbang dengan pola-menu “makanan langit” maupun “makanan bumi” berdasarkan asas kebutuhan dan kesetimbangan. Makan dan minumlah sesuai aturan dan dosis yang telah ditetapkan sehingga dapat menjamin keselamatan di masa depan. Kita adalah apa yang kita makan, “We are what we eat, We are what we learn.”

Kamis, 27 Juli 2017

PETA JALAN KEBENARAN MENCAPAI TUJUAN KEHIDUPAN





Seluruh Makhluk Memiliki Tujuan Penciptaan
Setiap makhluk hidup terikat dengan tujuan kehidupannya. Tiada ciptaan di alam semesta tanpa mempunyai fungsi dan peranan dalam siklus hidup dan kehidupan yang berjalan. Dirinya ada karena keberadaan dari anggota makhluk lainnya yang saling tergantung dan terkoneksi dalam suatu tatanan universal di jagad raya. Rangkaian kebersamaan antar makhluk-makhluk ini berjalan secara kolektif dan sinergis pada lintasan yang benar menuju satu tujuan kehidupan, yakni kedamaian dan kesejahteraan alam semesta.

Tentu saja, satu diantara segala makhluk yang menjadi bagian dari alam, yaitu manusia juga terikat dan terkait dalam sinkronisasi orkestra perjalanan untuk mencapai tujuan penciptaannya. Manusia tidak bisa hidup bebas dengan berjalan secara radikal tanpa aturan yang benar, karena jika demikian tidak akan mencapai kedamaian dan kesejahteraan, melainkan suatu tatanan kehidupan yang bersifat permusuhan, perbudakan, peperangan yang berujung ketidakadilan dan kemiskinan, anti thesis dari tujuan manusia diciptakan.

Segala makhluk hidup pada alam sudah berjalan pada jalur orbit ketetapan yang diberikan sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Mereka bergerak sesuai dengan perintah dan aturan yang digariskan. Tidak ada hewan maupun tumbuhan yang menyimpang dari jalan kebenaran yang diundangkan atas dirinya. Makhluk telah tunduk dan patuh pada lintasan jalan pengabdian sehingga tercipta keselarasan, keseimbangan, keharmonisan dan keteraturan hidup dan kehidupan pada lingkungan ekosistem alam.

Manusia hendaknya mencontoh perilaku jalan hidup sebagaimana jalan hidup makhluk pada alam. Bedanya, manusia ini diberikan kebebasan dari Sang Pencipta alam untuk memilih jalan hidupnya. Manusia dibiarkan bebas memilih lintasan hidupnya, walaupun terikat dengan konsekuensi sebab akibat dari pilihan jalan hidupnya itu. Jalan hidup manusia hanya ada dua, yaitu Jalan Kebenaran menuju kedamaian-kesejahteraan dan Jalan Kesesatan yang mengajak kepada kebinasaan-kehancuran peradaban. Keduanya bersifat bioritmik, saling bergiliran dan eksis sesuai dengan ruang, masa dan waktu ketetapan-Nya.

Definisi Peta Perjalanan Menuju Tujuan
Ibarat orang berjalan, hal yang paling dasar untuk menjadi kesadaran adalah seseorang itu harus mengetahui jalan atau lintasan yang akan digunakan serta memahami benar alamat tujuan dari perjalanannya. Sebagai contoh, seorang yang berasal dari Magelang akan berjalan menuju tujuan perjalananya di Monas Jakarta. Hal pertama yang harus diketahui adalah rute perjalanan, sarana perjalanan, dan diskrispi situasi Monas yang menjadi motivasi perjalanannya. Jika seseorang tidak mengetahui jalan menuju Monas, maka sudah bisa dipastikan dirinya akan tersesat tidak sampai kepada tujuan, dirinya tidak bisa menikmati apa yang menjadi cita-citanya menuju Monas di Jakarta. Untuk itu dirinya membutuhkan peta atau petunjuk perjalanan berupa atlas atau globe secara manual, ataupun “peta digital” berbasis aplikasi seperti “waze” maupun “google map” yang akan menuntun dirinya mencapai tujuan perjalanan.

Sama halnya dengan hidup dan kehidupan. Manusia harus mengetahui tujuan terminal akhirnya diirinya diciptakan oleh Tuhan Semesta Alam. Dirinya harus mencari dan menemukan jalan yang benar agar bisa mencapai tujuan kehidupan, tidak tersesat dan sia-sia dalam menjalani kehidupan. Manusia membutuhkan “peta imajiner” yang akan menunjuki jalan kebenaran menuju kepada kedamaian dan kesejahteraan. Tanpa peta atau pedoman jalan yang benar dirinya akan tersesat tidak mencapai kepada hakikat dirinya diciptakan.      

Dari sini, manusia harus mengerti benar perihal definisi apa itu peta, jalan, kebenaran, dan tujuan kehidupan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peta adalah gambar atau lukisan pada kertas dan sebagainya yang menunjukkan letak tanah, laut, sungai, gunung, dan sebagainya; representasi melalui gambar dari suatu daerah yang menyatakan sifat, seperti batas daerah, sifat permukaan; denah. Pengertian jalan adalah (1) tempat untuk lalu lintas orang; (2) perlintasan (dari suatu tempat ke tempat lain); (3) yang dilalui atau dipakai untuk keluar masuk; (4) lintasan orbit. Sementara itu, definisi kebenaran adalah (1) keadaan (hal dan sebagainya) yang cocok dengan keadaan (hal) yang sesungguhnya; (2) sesuatu yang sungguh-sungguh (benar-benar) ada; (3) kelurusan hati; kejujuran; (4) izin; persetujuan; perkenan; (5) kebetulan. 

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa “peta jalan kebenaran” adalah gambar atau tulisan dalam berbagai bentuk untuk merepresentasikan jalan atau lintasan yang sebenar-benarnya dan sunguh-sungguh sesuai keadaan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Peta jalan kebenaran ini terdapat dua macam yaitu peta dalam arti fisik dan peta non fisik. Peta fisik adalah gambaran visual yang bisa diakses oleh mata untuk memberi petunjuk lokasi tujuan suatu perjalanan. Peta non fisik adalah gambaran konsepsi yang bersifat teori untuk memberikan pedoman dan penuntun dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Baik peta fisik maupun non fisik memiliki petunjuk dan rambu-rambu lintasan yang harus diikuti dengan benar sehingga dapat mencapai lokasi tujuan. Karena jika salah membaca peta perjalanan, maka seseorang akan tersesat tidak sampai kepada tujuan.

Peta ini berfungsi untuk mengetahui dan mengukur keberadaan secara teoritis dengan kondisi real di lapangan saat menempuh perjalanan. Gambaran peta ini akan memastikan seseorang tetap berjalan pada lintasannya atau berbelok dan berbalik arah menjauhi tujuan. Kebedaraan peta ini bisa memastikan linieritas keterpanduan seseorang dalam melintasi jalur yang benar sesuai dengan pilihan jalan yang dilaluinya. Tanpa sebuah peta, maka tidak akan diketahui sampai dimana dan seberapa jauh lagi perjalanan akan sampai pada lokasi tujuan. Peta ini akan menjadi pedoman dan penilai suatu perjalanan tetap pada garis edarnya atau keluar dari rute etape yang telah ditentukan. Rambu-rambu peta akan mengarahkan setiap langkah perjalanan sehingga tetap konsisten menuju titik lokasi yang menjadi tujuan.     

Peta Jalan Kebenaran Menuju Kedamaian dan Kesejahteraan
Peta Jalan Kebenaran yang bersifat konsepsi ini terdapat pada kitab suci dari masing-masing agama atau sistem kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sang Pencipta sudah barang tentu memberikan pedoman dan petunjuk bagi manusia untuk mencapai tujuan penciptaan dirinya. Namun demikian, terkadang banyak diantara manusia tidak bersedia membaca “Peta Jalan Kebenaran” dengan teliti dan komprehensif, sehingga dirinya tidak mampu mencerna dan memaknai hakikat dari Jalan Kebenaran yang telah Dia sediakan untuk manusia. Manusia tidak mampu mengoptimalkan perangkat visual, auditori dan intelektualitas berfikirnya sehingga terjebak pada Jalan Kesesatan yang berujung kepada kebinasaan dan kebodohan.

Peta Jalan Kebenaran yang selalu diminta oleh kebanyakan manusia termanifestasi dalam nilai-nilai hakikat dari tulisan kitab suci. Jalan Kebenaran merupakan jalan hidup yang pernah ditempuh oleh orang-orang yang mendapat nikmat dan anugerah dari Sang Pencipta, bukan jalan dari orang-orang yang mendapat murka atau jalan orang tersesat. Jalan Kebenaran adalah konsepsi lintasan perjuangan yang dilakukan oleh para Nabi dan Rasul Allah dalam menjalankan tugasnya membangun peradaban umat manusia yang penuh kedamaian dan kesejahteraan. Anti thesis dari jalan ini adalah Jalan Kesesatan yang pernah dilalui oleh musuh para Rasul Allah yang mengajak manusia menuju kepada kegelapan dan keterjajahan antar bangsa-bangsa. Kedua jalan ini akan selalu menjadi “peta” bagi generasi yang terus bergumul sepanjang umat manusia.

Tinggal manusia hari ini harus memilih, menggunakan “Peta Jalan Kebenaran” atau “Peta Jalan Kesesatan”. Semua peta ini akan memberikan jalan atau konsepsi teori yang mulus menuju tujuannya masing-masing. Jalan Kebenaran menjamin manusia sampai kepada hakikat tujuan penciptaanya, sementara Jalan Kesesatan memastikan manusia sampai kepada laknat dan murka dari Sang Pencipta. Manusia bebas memilih tetapi tidak bebas dari konsekuensi pilihan. Jika ingin menuju kepada kehidupan yang penuh kedamaian dan kesejahteraan, maka pakailah rumusan “peta pikiran” Jalan Kebenaran dari orang-orang yang telah berhasil membangkitkan peradaban yang diridhai-Nya. Namun jika menghendaki model kehidupan penjajahan dan kebinasaan, maka gunakanlah “peta imajiner” Jalan Kesesatan seperti halnya jalan hidup Iblis, Firaun, Herodes, Abu Jahal, maupun manusia terkutuk lainnya sepanjang sejarah peradaban umat manusia.       

Konsistensi seorang manusia atau kelompok kolektif gabungan manusia telah memilih “Peta Jalan Kebenaran” sebagai konsepsi lintasan perjalanan yang ditempuh dalam mencapai tujuan kehidupannya, maka teori konseptual ini akan selalu menuntun dan memberi pedoman rambu-rambu lalu lintas dalam mengarungi perjalanannya. Peta ini akan menjadi penunjuk dan penuntun sekaligus koreksi apabila dalam berjalan telah keluar garis atau rute yang ditetapkan, sehingga dapat segera kembali kepada jalur yang benar. Ketahanan, keuletan, kegigihan, kesabaran, dan kemampuan mengoptimalkan segala sumber daya kelompok dalam menjalani setiap halangan dan rintangan dalam melintasi orbit etape “Peta Jalan Kebenaran” ini, maka sudah dapat dipastikan bahwa kelompok atau komunitas tersebut akan sampai kepada tujuan dan cita-cita kehidupannya membangun peradaban baru yang penuh kedamaian dan kesejahteraan. Sang Pencipta yang mencipta dirinya pasti ridha atas jalan hidup yang ditempuh sesuai dengan peta imajiner non-fisik yang diajarkannya itu. Selamat belajar membaca peta dan semoga bisa sama-sama berkaca.  

Senin, 17 Juli 2017

ENAM (6) GIAT DAN KIAT MEMBACA



Filsafat Dasar Membaca
       Allah, Pencipta Semesta Alam menganugerahkan kesempurnaan karya ciptaan kepada makhluk yang bernama manusia. Dia mencetak manusia sesuai dengan potret diri-Nya. Manusia diberikan struktur fisik yang paling lengkap dari segala makhluk ciptaan lainnya. Ia dikaruniai perangkat keras dan lunak dari ujung kepala sampai ujung kaki. Instrumen inderawi dan alat pemroses kecerdasan akal pikiran juga disematkan pada diri makhluk paling sempurna di muka bumi ini.
        Tentu saja, Sang Maha Pencipta mempunyai tujuan pokok memberikan kesempurnaan perangkat pada diri manusia. Dia akan meminta pertanggungjawaban atas segala nikmat dan karunia yang diberikan kepada makhluk berdiri tegak itu. Semua bagian tubuh manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas kebermanfaatan apa saja dari bagian tubuhnya itu digunakan pada masanya hidup di muka bumi. Mata, telinga, dan otak atau akal pikiran sebagai obyek vital manusia juga tidak terlepas dari tuntutan dan maksud dari Sang Pencipta atas ciptaannya itu.
        Ada sebuah relasi dan hubungan yang tidak terpisahkan antara tujuan penciptaan manusia dengan perangkat tubuh manusia. Semua bagian tubuh manusia mempunyai fungsi untuk merealisasikan tujuan utama manusia itu dicipta. Manusia dicptakan untuk mengabdi dengan benar kepada-Nya. Oleh karena itu, manusia harus memahami ilmu-Nya dengan memanfaatkan sarana dan prasarana dari bagian tubuh yang diberikannya. Maka sangatlah wajar jikalau Sang Pencipta mengutuk manusia yang tidak mengoptimalkan panca indera seperti mata, telinga atapun akal pikirannya.
        Satu bagian tubuh yang sangat fundamental adalah mata. Mata adalah pelita tubuh. Mata adalah instrumen utama untuk mempelajari ilmu. Ilmu diperoleh dari aktivitas “membaca” baik membaca tulisan maupun membaca fenomena alam, yang keduanya membutuhkan instrumen “mata”. Oleh sebab itu, Dia akan melaknat manusia yang tidak menggunakan mata-nya untuk membaca dan mencari pengetahuan ilmu-Nya. Dengan demikian, sangat wajar jikalau Allah Tuan Semesta Alam yang telah memberikan mata kemudian memerintahkan kepada manusia untuk membaca, sebagaimana dinyatakan Kitab-Kitab Allah berikut ini.

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq (96): 1-5)

Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. (Lukas 4: 16)

Carilah di dalam kitab TUHAN dan bacalah: Satu pun dari semua makhluk itu tidak ada yang ketinggalan dan yang satu tidak kehilangan yang lain; sebab begitulah perintah yang keluar dari mulut TUHAN, dan Ruh TUHAN sendiri telah mengumpulkan mereka. (Yesaya  34: 16)

Dalam firman Allah baik ada di dalam Al-Quran, Injil dan Taurat di atas menunjukkan filsafat dasar bahwa aktivitas membaca merupakan sebuah tradisi atau kebiasaan yang menjadi perintah-Nya. Hal ini membuktikan bahwa membaca menjadi prasyarat dan karakter dari orang-orang yang mensyukuri nikmatnya. Oleh sebab itu, marilah membaca dan terus membaca untuk meningkatkan kualitas diri dan memahami ilmu yang membentang dari segala ufuk bumi. Manusia diamanatkan untuk menjadi “khalifah” atau pemakmur bumi sehingga harus mengenal “nama-nama” atau “isme” dan “ilmu” yang tersimpan dan tersirat di alam semesta. Satu langkah awal untuk menguasai ilmu adalah membaca dan membaca.

5W + 1H Membaca
            Untuk mengenal dan memahami arti pentingnya membaca, maka terlebih dahulu mengerti definisi konseptual apa (what) itu membaca. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, definisi membaca yaitu melihat dan paham isinya, bisa dengan melisankan atau dalam hati saja. Membaca adalah proses atau kegiatan yang mengandung unsur fisik dan mental untuk memberikan makna dari simbol-simbol yang visual. Selain itu, pengertian membaca adalah mendapatkan pengetahuan dan informasi sehingga terjadi peningkatan daya pikiran, mempertajam pandangan, dan menambah wawasan. Sementara itu, pengertian membaca dari segi linguistik adalah suatu proses penyandian kembali dan pembahasan sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna (Tarigan, 1984:8).
Membaca pada hakikatnya adalah suatu proses yang bersifat fisik atau proses mekanis berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual oleh mata. Proses mekanis tersebut berlanjut dengan proses psikologis yang berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi ketika indera visual mengirimkan hasil pengamatan terhadap tulisan ke pusat kesadaran melalui sistem syaraf. Melalui proses decoding gambar-gambar, bunyi, dan kombinasinya itu kemudian diidentifikasi, diuraikan, dan diberi makna sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang atau memori ingatan otak manusia. Dengan kata lain, aktivitas membaca adalah kegiatan yang melibatkan instrumen utama manusia yaitu mata dan pikiran manusia.
Setiap insan manusia dapat membaca kapan saja. Kapan (when) waktu ideal membaca? Tentu saja setiap manusia mempunyai waktu khusus dan istimewa untuk memudahkan aktivitas ini. Ada seseorang membaca dengan muda pada siang hari, tetapi ada juga orang lain mudah menerima input membaca pada malam hari. Secara prinsip, karena membaca membutuhkan konsentrasi untuk menghasilkan memori, tentu saja aktivitas membaca membutuhkan ruang dan waktu tertentu. Pemilihan waktu khusus ini sangat tergantung dari para pembaca, dapat memilih siang hari maupun malam hari, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Yang penting, membaca harus fokus dan rileks.
Pertanyaan selanjutnya, dimana (where) aktivitas membaca dapat dilaksanakan? Membaca bisa dilakukan dimana saja, tempat apa saja, dan ruang apapun. Satu-satunya tempat yang tidak bisa digunakan membaca hanya di kolam renang. Ruang-ruang pribadi maupun ruang publik dapat dimaksimalkan untuk mendayung informasi melalui aktivitas membaca. Banyak orang-orang besar justru mendapatkan inspirasi dari membaca di tempat-tempat yang tidak umum seperti di toilet, gudang, gunung, pesawat, kapal laut dan tempat-tempat lain yang memungkinkan untuk membuka buku. Jadi, tidak ada celah karena ruang membaca ini seluas langit dan bumi.
Selanjutnya, untuk siapa aktivitas membaca ini ditujukan? Tentu saja setiap manusia yang mempunyai mata dan pikiran hendaknya membaca. Selain membaca adalah perintah Allah, sekaligus wujud syukur dengan kelengkapan indera dari-Nya, maka sudah barang tentu setiap insan terikat untuk membaca. Tidak ada manusia di muka bumi ini yang tidak membaca, sekalipun orang buta juga membaca dengan huruf braile. Tidak mungkin ada profesor kalau tidak membaca, tidak ada dokter tanpa membaca, tidak akan ada Nabi dan Rasul sekalipun tanpa aktivitas membaca. Justru kehadiran para Nabi dan Rasul Allah mengajarkan manusia untuk membaca. Lebih hebatnya lagi, para utusan Allah tersebut meninggalkan Kitab Suci yang tujuan utamanya agar umat setelahnya bisa membacanya agar tidak tersesat dari jalan kebenaran. Tidak hanya itu, banyak buku dan karya-karya manusia lainnya ditinggalkan agar menjadi bahan bacaan bagi generasi selanjutnya. Jika artefak peninggalan tersebut tidak dibaca, tentu dunia ini akan kembali redup sebagaimana abad kegelapan “Dark Ages” dahulu kala.
Kenapa (why) setiap manusia harus membaca? Membaca adalah menghidupkan dan menyalakan pelita cahaya insan manusia. Jikalau tidak ada lagi manusia yang membaca buku atau membaca keadaan untuk menciptakan teknologi dan peradaban, maka dunia ini akan kembali pada kondisi kebodohan dan kejahiliyahan. Membaca adalah melawan kebodohan dan ketertindasan. Semua pergerakan dan perjuangan dimulai dari gerakan membaca. Bahkan Muhammad Rasulullah sendiri pada awal gerakan revolusi akidah dimulai dari aktivitas penggenapan membaca “iqra”. Tanpa membaca kondisi alam dan membaca ilmu Allah dalam kitab suci-Nya, maka Muhammad tidak mungkin bisa mengeluarkan perbudakan dan kezaliman kepada kemerdekaan dan kecerdasan. Kejayaan peradaban sangat ditentukan oleh seberapa banyak komunitas manusia kala itu gemar akan membaca dan menulis ilmu-Nya.
Pertanyaan terakhir, bagaimana (how) cara membaca yang baik dan benar? Tentu saja semua hal harus berdasar ilmu. Membaca juga ada ilmunya. Membaca tidak sekedar membunyikan huruf ataupun melihat susunan baris antar kata, kalimat maupun paragraf. Membaca membutuhkan kesiapan dan kebugaran fisik agar mata dapat optimal menyerap informasi dibalik simbol gambar ataupun kata. Kesiapan mental “mood booster” harus selalu terjaga sehingga otak atau kesadaran mampu menerima input hasil serapan mata yang dikirim ke otak melalui sistem syaraf. Membaca yang benar akan menghasilkan out put berupa tambahan arsip memori dan peningkatkan kualitas ilmu pengetahuan dalam dirinya. Untuk teknik membaca sendiri banyak beragama jenisnya, ada teknik membaca cepat atau kilat dan membaca lambat. Selain itu, seorang pembaca harus mampu memotivasi diri guna membangun konsistensi dan keberlanjutan aktivitas membaca.

Enam (6) Giat Menggairahkan Untuk Membaca
  1.  Membaca sebagai bentuk pengabdian kepada Sang Pencipta. Seorang pembaca harus sadar bahwa dirinya dicipta oleh Sang Pencipta dengan tujuan utama untuk mengabdi. Salah satu unsur pengabdian adalah membaca untuk mengetahui ilmu-Nya. Seorang manusia dilarang melakukan tanpa dasar ilmu. Dengan kata lain, seorang manusia tidak bisa mengabdi tanpa membaca. Orang yang membaca akan mendapatkan ganjaran sementara orang malas membaca akan mendapat kutukan.
  2. Membaca sebagai pembeda dan pengungkit nilai diri. Manusia dinilai dari derajat kualitas keilmuannya. Profesor, Panglima, Presiden, Ulama adalah gelar tertinggi dari suatu jabatan yang menuntut kualitas keilmuan yang maksimal pada bidangnya masing-masing. Tidak mungkin “bintang lima” diperoleh secara tiba-tiba tanpa melalui aktivitas membaca dan bekerja keras. Allah menempatkan manusia secara berjenjang dan bertingkat sesuai dengan tinggi rendahnya derajat ilmunya. Manusia yang cerdas berbeda dengan manusia bodoh. Seorang yang gemar membaca pasti berbeda dengan orang yang tidak pernah membaca.
  3. Membaca sebagai bentuk perlawanan. Salah satu hal paling mudah untuk melawan penjajah adalah melawan kebodohan. Kecerdasan akan mampu menggiring manusia berjuang untuk melepaskan diri dari jerat imperialisme pikiran. Satu-satunya hal yang bisa melawan imperialisme adalah membaca ilmu pengetahuan dan menggerakan manusia di atas jalan pengetahuan tersebut. Dalam banyak sejarah telah menunjukkan bahwa perguliran peradaban sangat ditentukan oleh kualitas pemimpin yang selalu gemar membaca ilmu pengetahuan.      
  4. Membaca untuk menjaga ideologi dan generasi. Unsur pokok untuk menjaga ideologi dan generasi menggunakan media tulisan dan bacaan. Kitab suci dibuat agar generasi berikut dapat membacanya dan hidup sesuai dengan pedoman dan petunjuk di dalamnya. Begitu juga dengan karya ilmiah seperti Skripsi, Tesis, dan Disertasi dibuat dan ditinggalkan agar mahasiswa setelahnya mampu mengembangkan keilmuan atas dasar penelitian yang telah dibaca dari karya yang ditinggalkannya itu. Perawi Hadist juga berfikir demikian agar para pembacanya dapat melanggengkan cara hidup dari orang yang diriwayatkannya itu.
  5. Membaca untuk menghidupkan Orang Mati. Orang mati itu bukan sekedar mati fisik, tetapi orang mati adalah orang bodoh yang tidak mempunyai ilmu. Orang mati tidak bisa melakukan apapun, begitu juga dengan orang bodoh tidak bisa membuat sesuatu. Orang mati pikirannya atau orang bodoh dapat dihidupkan manakala mau belajar dan aktif membaca ilmu pengetahuan. Dengan membaca dirinya akan mengenal dan mengetahui sesuatu, sehingga dengan pengetahuannya itu dirinya bisa melakukan sesuatu. Dengan bisa melakukan sesuatu berarti dirinya telah hidup secara akal pikiran atau kesadarannya. Itulah hakikat membaca untuk menghidupkan.
  6. Membaca itu bernafas. Manusia akan mati jikalau tidak bernafas dengan oksigen. Ilustrasi ini juga bisa dimaknai bahwa manusia akan mati jikalau tidak membaca. Membaca adalah aktivitas bernafas menghirup pengetahuan untuk dijadikan energi guna mengarungi gerak kehidupan. Manusia akan mati tanpa pengetahuan. Manusia tidak akan tahu apa-apa jika tidak bernafas menghirup sari-sari oksigen pengetahuan yang menjadi dasar kehidupan manusia di alam yang serba membutuhkan ilmu pengetahuan ini.     

Enam (6) Kiat Menjadi Pembaca Produktif
  1. Motivasi dan selalu bersemangat untuk membaca. Tancapkan dalam kesadaran bahwa tidak ada ruginya manusia selalu membaca. Semangat adalah daya dorong agar setiap diri bisa mengkondisikan dan memompa diri untuk menimba ilmu dengan membaca. Daya ungkit motivasi ini akan menjadikan orang gemar membaca.  
  2. Waktu khusus untuk membaca. Semua orang yang berhasil dan sukses selalu bisa memanfaatkan dan menghargai waktu untuk membaca. Aktivitas membaca membutuhkan waktu-waktu khusus untuk melakukannya. Cari waktu yang tepat untuk membaca secara rutin dan berkelanjutan.
  3. Bacalah materi atau disiplin ilmu tertentu. Setiap manusia mempunyai spesialisasi atau keunggulan tertentu. Paculah kualitas keilmuan diri dengan selalu membaca hal-hal yang terkait dengan disiplin ilmu yang digeluti. Yakinlah bahwa ilmu itu tidak terbatas dan selalu tersimpan dalam balutan alam semesta. Semakin ilmu digali maka semakin dalam kualitas kelimuan dari materi tersebut.
  4. Bacalah hal-hal menarik dan menyenangkan. Membaca tidak harus monoton dengan materi yang berat dan ilmiah. Sesekali bacalah hal-hal yang ringan dan lucu atau menarik. Hasil bacaan ini sangat penting untuk fungsi rekreasi. Otak membutuhkan sarana refleksi guna meningkatkan memori yang bersifat temporer.
  5. Inventarisasi ilmu dari hasil membaca. Catatlah materi keilmuan yang terkait dengan disilin peningkatkan diri. Tulisan ini akan membantu untuk inventarisasi keilmuan di dalam memori pikiran. Penyerapan memori otak membutuhkan media tulisan selain hanya mengandalkan mata. Dengan begitu, hasil membaca akan menambah daya ingat dan memori pengetahuan di dalam otak manusia. Itulah bedanya manusia dengan monyet, didalam otak manusia ada ilmu pengetahuan sementara di dalam orang monyet hanya insting natural hewaniah.  
  6. Eksplorasi gaya membaca untuk membentuk gaya baca. Kekhasan dan kebiasaan membaca bukan dibentuk oleh aktivitas membaca. Jika ingin menjadi pembaca handal dan cepat, maka satu-satunya cara yang harus dilakukan adalah membaca dengan cepat. Kemampuan membaca sangat tergantung dengan latihan. Membaca lambat atau membaca kilat sangat tergantung dengan kebutuhan akan bahan bacaan yang sedang dibaca.  

Enam (6) Sebab Kegagalan Menjadi Pembaca yang Baik
  1. Membaca teori tanpi aksi. Satu langkah aksi lebih baik daripada seribu teori. Membaca adalah membangun teori di dalam diri. Akan tetapi semua itu tidak akan berguna jika tidak diaplikasikan dalam kehidupan keseharian. Kualitas manusia akan meningkat manakala aktivitas membaca ini dibuktikan dalam kehidupan. Ilmu pengetahuan akan selalu berkembang jika orang-orang yang membaca ini menjalankan hasil bacaannya di kehidupan.  
  2. Membaca hal yang tidak disukai dan tidak dipahami. Membaca hal yang tidak terikat dengan kebutuhan akan menjemukan dan melelahkan. Kesalahan pokok para pembaca adalah membaca sesuatu yang tidak sesuai dengan tujuan untuk apa dirinya membaca sesuatu. Ibarat orang berjalan-jalan ke suatu tempat tetapi tidak tahu dimana tujuan sesungguhnya dari perjalanannya itu.   
  3. Cepat berpuas diri setelah menyelesaikan bacaan. Jangan menjadi pembaca yang hanya berhasil membaca beberapa buku atau tulisan. Lihatlah berapa banyak buku-buku atau karya manusia yang belum terbaca di perpustakaan. Teruslah membaca selama mata dan pikiran masih bisa menyerap dan merekam ilmu pengetahuan. 
  4. Mudah putus asa membaca hal yang berat. Orang yang mudah putus asa tidak akan pernah maju. Membaca hal yang berat sesuai disiplin ilmu membutuhkan kerja keras karena tidak mudah dipahami. Membaca rumus dan teorema tertentu membutuhkan ketekunan dan kegigihan tanpa batas untuk menguasainya.
  5. Tidak sadar manfaat dari membaca. Orang yang tidak sadar akan apa yang dilakukannya adalah orang mabuk. Akibat seseorang tidak mampu melihat kebermanfaatan dari aktivitas membaca, maka dirinya akan mudah menghentikan proses membaca. Akhirnya dirinya tidak sanggup menggali bacaan tersebut dan tidak berhasil menguasai ilmu didalamnya.
  6. Tidak yakin dan tidak percaya diri untuk membaca. Seorang pembaca harus bisa mengelola diri dan membaca kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam aktivitas membacanya. Jangan terfokus pada kelemahan, tetapi maksimalkan keunggulan atau kekuatan dan peluang untuk membaca ilmu pengetahuan sehingga mampu menginspirasi pemikiran dan menciptakan pergerakan yang dapat merubah gelap kepada terang, mengganti kebodohan dengan kecerdasan, kemunduran menjadi kemajuan, dan keterpurukan berubah menjadi kedamaian dan kesejahteraan.  
  
     Itulah elemen dasar, giat, dan kiat membaca. Membaca adalah jendela dunia. Setiap insan akan mengenal dunia dan mengelilinginya dengan aktivitas membaca. Ilmu pengetahuan dunia dapat dibuka melalui aktivitas membaca dengan memanfaatkan mata dan pikiran manusia. Ilmu alam harus dipelajari oleh manusia agar dirinya mampu menjadi pemakmur-pemakmurnya. Bukan sebaliknya, menjadi manusia bodoh yang merusak alam lingkungan tanpa dasar ilmu-Nya. Manusia berpeluang menjadi satu diantara keduanya. Satu-satunya jalan agar manusia menjadi berkat dan sesuai kehendak-Nya adalah membaca dan membaca.
     Membaca adalah bernafas untuk menghirup udara pengetahuan. Manusia akan mati tanpa nafas ilmu yang menjadi energi penggerak kehidupan. Manusia harus bisa men-download ilmu-Nya yang ada pada alam kemudian meng-upload untuk kebermanfaatan alam melalui instrumen yang dianugerahkannya yaitu mata, telinga dan pikiran. Ketiga sarana elementer inilah yang harus dioptimalkan agar fungsi dan tujuan penciptaan manusia dapat tercapai. Manusia harus menjadi wakil-Nya di muka bumi untuk berbuat kasih dan sayangnya kepada sesama manusia dan makhluk lainnya. Kualitas dan derajat manusia seperti ini hanya dapat tercipta apabila dirinya menggenapi perintah firman-Nya “iqra”, membaca dan memaca. Itulah bentuk tanggungjawab utama seorang manusia yang diberkati dengan perangkat yang serba sempurna. Oleh karena itu, mulailah membaca dari sekarang, mulai dari diri sendiri dan mulai dari yang paling mudah. Selamat membaca.