Minggu, 30 Oktober 2016

Lari Pagi; Peduli Kesehatan dan Kebugaran





Kesehatan dan kebugaran adalah dua narasi utama yang sangat menentukan perjalanan hidup dan kehidupan seorang manusia. Pengertian kesehatan adalah kondisi fisik, mental dan sosial yang sempurna, bukan hanya ketidakhadiran penyakit semata. Sementara itu, kebugaran adalah kesanggupan dan kemampuan tubuh melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap pembebasan fiisk yang diberikan kepadanya tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Dua suku kata yang saling terkait dan terikat dalam satu kesatuan ini berfungsi untuk menciptakan kualitas hidup insan manusia.
Dua definisi sehat dan bugar di atas bukanlah sebuah kata-kata teori yang akan otomatis tercipta pada seseorang yang membacanya, akan tetapi tubuh yang sehat dan kondisi yang bugar membutuhkan praktik pembiasaan agar benar-benar dirasakan secara konkrit dan nyata di dalam diri insan sejati. Setiap insan tidak akan memperoleh kondisi sehat dan bugar secara tiba-tiba atau tanpa adanya pemaksaan dan perjuangan melalui  aktivitas olah gerak tubuh atau sering disebut dengan olahraga.
Istilah olahraga pada dasarnya berasal dari dua kata yaitu kata “olah” yang artinya penempaan dan kata “raga” yang artinya anggota badan manusia, sehingga olahraga dapat diartikan sebagai aktivitas penempaan yang dilakukan pada bagian–bagian yang ada pada tubuh baik fisik jasmani maupun psikis rohani. Ilustrasi olahraga bisa disamakan dengan proses penempaan biji besi yang akan dijadikan sebuah perhiasan atau pedang, besi itu dipanaskan, didinginkan dan dipukul berulang-ulang yang mengakibatkan kerak dan karat menghilang tinggal menjadi bentuk pedang yang bermanfaat dan bernilai guna maksimal. Dengan kata lain, tidak mungkin tercipta kondisi sehat dan bugar tanpa tubuh ini diolah atau ditempa melalui media olahraga.  
Olah tubuh atau olahraga sangat beragam variasi dan jenisnya, baik secara personal maupun komunal, dari yang paling murah hingga olahraga berkelas, dan dari yang paling mudah gerakannya sampai paling kompleks olahan tubuhnya. Setiap manusia tentunya mempunyai bakat dan minat untuk menggeluti olahraga tertentu sehingga akan meningkatkan daya kemauan dan kemampuan untuk melaksanakannya, baik kemauan untuk mengeluarkan modal atapun aktivitas gerakannya. Walaupun demikian, tidak semua olahraga membutuhkan modal atau dana besar untuk melakukannya. Ada satu olahraga paling murah dan mudah serta memiliki kebermanfaatan yang banyak, suatu olahraga efektif dan efisien merakyat untuk rakyat, yaitu lari, lari dan lari.   
Lari adalah olahraga gratis walaupun tetap membutuhkan modal. Modalnya cukup bangun pagi dan sadar untuk mematikan nafsu kemalasan dalam diri. Modal kesadaran ini sangat penting karena akan memompa semangat untuk selalu ingat dan memacu pembiasaan diri untuk hidup sehat dan bugar. Jika kemalasan dan nafsu yang mendominasi sehingga menggugurkan bangun pagi dan tidak jadi olah tubuh lari pagi, maka yang tercipta adalah anti-thesis dari sehat dan bugar, yaitu sakit dan “loyo” mudah lelah atau ketahanan tubuh yang rendah.  
Olahraga lari merupakan pilihan gaya hidup sehat yang mempunyai berbagai manfaat di dalamnya, karena pada saat melakukan joging terjadi olahan dan gerakan hampir di seluruh bagian tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung mata kaki. Lari yang dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan akan mampu menciptakan kondisi tubuh yang sehat serta terhindar dari kehadiran beberapa penyakit. Lari juga merupakan latihan kardiovaskuler yang sempurna sehingga meningkatkan ketahanan dan kebugaran tubuh.
Manfaat lain lari dari sisi kesehatan adalah menurunkan berat badan karena pada saat lari terjadi pembakaran banyak lemak dan kalori. Lari juga berfungsi untuk mempercepat kerja otak karena sirkulasi darah menjadi lancar oleh gerakan tubuh. Kesehatan jantung dan paru-paru dapat terjamin karena terbiasa menghirup dan berdetak pada saat melangkahkan kaki. Resiko osteoporosis juga dapat dikendalikan karena pada saat lari akan memicu pembentukan sel-sel tulang baru sehingga tulang akan lebih awet dan kuat. Joging juga dapat mengurangi penuaan karena setiap aktivitas gerakan tubuh akan menghasilkan keringat dan mengeluarkan toksin racun melalui pori-pori sehingga berefek pada kulit lebih sehat dan terlihat lebih muda. Manfaat paling penting lainnya dari berlari adalah menyingkirkan stress dan depresi sehingga kualitas rohani menjadi lebih baik.
Selain kebermanfaatan dari segi kesehatan, olahraga lari atau joging juga menciptakan kebugaran dalam tubuh. Kebugaran tubuh berhubungan erat dengan kinerja sistem kardiovaskular yang berkaitan dengan aspek daya tahan (endurance). Aktvitas berlari yang konsisten akan menghasilkan daya tahan tubuh yang meningkat dan stamina tubuh yang terjaga. Lebih dari sekedar kebugaran, kebiasaan berlari juga bermanfaat untuk fungsi pertahanan diri karena mempunyai fisik yang prima. Ya, ada dua cara strategi untuk membela diri yaitu “melawan atau melarikan diri” (fight or flight) dari kejaran lawan. Dan ingat kedua cara itu sama-sama membutuhkan energi dan stamina fisik yang optimum untuk melakukannya.
Pada akhirnya, tidak ada yang tidak bermanfaat dari kebiasaan diri untuk berolahraga dengan berbagai bentuk olah gerakan tubuhnya, termasuk lari atau joging. Sudah menjadi hukum dan prinsip bahwa tidak mungkin tercipta kesehatan dan kebugaran tanpa aktivitas perjuangan untuk membentuknya, baik melalui olah pikir, olah jiwa, maupun olahraga. Selama insan manusia masih dianugerahi kesehatan, maka sudah selayaknya sadar untuk mensyukuri dengan menjaganya melalui olahraga. Karena, setiap personal bertanggungjawab atas dirinya, sehat dan sakit milik pribadinya, yang tidak akan pernah bisa dialih-tukarkan atau dijualbelikan dengan manusia lainnya.  Pedulilah pada kesehatan dan kebugaran selama masih diberikan kesempatan oleh-Nya. Salam Olahraga!

Sabtu, 29 Oktober 2016

Relevansi Impor Cangkul dengan Hari Pangan Sedunia




       Media sosial internet beberapa hari ini cukup viral memberitakan informasi terkait “impor cangkul” dari Cina ke tanah air Indonesia. Importasi sarana fundamen petani berupa lempengan besi sebanyak satu kontainer oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perusahaan Terbatas Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) ini cukup menyedot perhatian publik karena dipandang berbanding terbalik dengan semangat pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di negeri ini. Isu semakin berkembang dan menjalar ke beberapa objek kajian, lantaran peristiwa ini berpararel dengan adanya perayaan Hari Pangan Sedunia ke-36 pada tanggal 29 Oktober 2016 yang diselenggarakan di Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia sebagai tuan rumahnya.
         Lantas apa hubungannya cangkul dengan pangan? Apa dampak psikososial importasi cangkul dengan eksistensi Indonesia sebagai negara agraris penyedia pangan nasional maupun dunia? Mungkin, secara kasat mata ini tidak ada hubungannya. Akan tetapi sebagai sebuah bahan renungan dan kontemplasi berfikir sistemik dan merespon fenomena masa depan pangan dunia, maka kiranya diperlukan analisis situasi dengan adanya peristiwa impor cangkul ke negeri yang seharusnya mengekspor cangkul beserta hasil buminya ini, karena karunia limpahan sumber daya alam di atas tanah dan air pelosok negeri.
         Alih-alih mengimpor cangkul untuk menambah volume kuantitas alat bantu sederhana para petani, justru kebijakan ini terkesan jungkir balik dengan jumlah petani yang kian hari kian merosot jumlahnya. Data Petani Indonesia menurut Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian terus menurun dari 39,22 juta pada 2013 menjadi 38,97 juta pada 2014, kemudian turun lagi menjadi 37,75 juta pada 2015. Kedua informasi ini menunjukkan antara suplay and demand kebutuhan petani dengan peralatannya untuk memproduksi pangan tidaklah berbanding lurus. Apalagi, dalam kondisi ingin percepatan produksi pangan seharusnya yang dilakukan adalah modernisasi dan mekanisasi pertanian alat yang canggih, bukanlah kembali kepada pengadaan alat konvensional cangkul, yang menguras energi secara fisik dan menambah cost centre yang tidak efisien dalam produksi pangan.   
         Selaras dengan ingatan adanya Hari Pangan Sedunia, masalah pangan ini memang menjadi tanggung jawab global termasuk Indonesia. Soekarno juga pernah mengatakan bahwa “Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa; apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka “malapetaka”; oleh karena itu perlu usaha secara besar-besaran, radikal, dan revolusioner”. Perayaan dan ingatan kata mutiara ini menjadi “warning atau alarm” terkait pengadaan impor cangkul ini yang sedikit banyak mencederai semangat bangsa Indonesia untuk berdaulat pangan. Walaupun pada masa sekarang ini masih sebatas angan-angan karena masih tingginya angka importasi dari komoditas pangan lainnya seperti beras, jagung, kedelai, sapi, kerbau dan bahan pokok lainnya dari negara lain.
          Negara memang mempunyai kewajiban untuk menjamin ketersediaan dan keamanan pangan bagi warga bangsanya, bahkan harus berupaya mewujudkan kedaulatan pangan sebagaimana amanah konstitusi. Undang-undang nomor 18 tahun 2016 mendefinisikan bahwa Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Semoga definisi ini bisa diimplementasikan dalam bentuk strategi, program dan aksi sistem operasi produksi pangan yang berpihak kepada ibu pertiwi.
       Negeri ini harus mampu berdikari di atas kaki sendiri. Importasi cangkul masih wajar, penyediaan bahan pokok dari luar negeri masih bisa dimaklumi, akan tetapi jangan sampai importasi alat dan pangan ini menjadi papan selancar bagi importasi tenaga kerja luar negeri untuk menginvasi seluruh sektor strategi negara ini.  Jika sumber daya material dan sumber daya manusia sudah dikuasai oleh orang asing di negeri sendiri, itulah makna dari ayam mati di lumbung padi. Semua peperangan dan kemenangan hanya terjadi apabila terjadi kedaulatan pangan, air dan energi yang terwujud dalam sebuah negeri. Jika ini tidak segera direalisasi, maka negeri ini akan menuju kepada khayalan tingkat tinggi dan terus terlelap dalam mimpi.
            Itulah relevansi impor cangkul dengan Hari Pangan Sedunia. Cangkul orang-orang Indonesia sejatinya berpotensi memberi makan orang sedunia. Nusatara sangat kaya akan sumber daya air, udara dan buminya sehingga harus diupayakan pengelolaannya. Perayaan Hari Pangan Sedunia ke-38 yang terselenggara di Indonesia ini bisa menjadi “tanda” akan terjadinya kebangkitan pangan di negeri ini, tentu saja dengan optimalisasi proses produksi pangan dengan mekanisasi dan modernisasi, dibalut dengan sentuhan gerakan cangkul karya anak negeri, tidak perlu impor dari luar negeri. Semoga segera tergenapi, doa anak negeri.

Jumat, 28 Oktober 2016

Menguji Eksistensi Sumpah Pemuda

 
Hari Jumat tanggal 28 Oktober 2016, seluruh bangsa Indonesia kembali merayakan Hari Sumpah Pemuda ke-88. Sebuah tonggak awal perjuangan kemerdekaan pernah terwujud dalam Kongres Pemuda pada tanggal 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta) yang menghasilkan keputusan Sumpah Pemuda berisi penegasan cita-cita akan ada "tanah air Indonesia", "bangsa Indonesia", dan "bahasa Indonesia". Suatu peristiwa sejarah yang penuh dengan sarat nilai dan fundamen bagi eksistensi perjalanan peradaban negeri ini.
            Sumpah Pemuda merupakan titik dari serangkaian garis panjang pergumulan sejarah bangsa Indonesia. Eksistensi sumpah setiap para pemuda gabungan dari berbagai pelosok tanah air kala itu mampu memandu dan mengomando pergerakan kemerdekaan sehingga melahirkan Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Keterujian dan daya cengkeram poin-poin sumpah pemuda ini telah berhasil menyingkirkan egosentris primodialisme sempit, sekuleritas suku, ras dan golongan untuk berkomitmen bersama hidup dalam satu kesatuan berbangsa dan bernegara kala itu.
            Namun demikian, seiring dengan perjalanan waktu dan umur Sumpah Pemuda yang sudah berumur lanjut ini,  muncul sebuah pertanyaan dan ujian reliabelitas (ketahanan) janji para pemuda ini dalam menghadapi tantangan dan rintangan kehidupan kedepan? Apakah unsur-unsur yang tercantum dalam sumpah ini mampu menjadi pengingat, pengikat dan penguat harmonisasi kehidupan pluralistik negeri ini? Untuk menjawabnya, kita ingat kembali naskah sumpah pemuda yang sudah disempurnakan ejaannya dan kemudian kita ukur dengan fenomena perilaku kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa kekinian. Adapun isi sumpah pemuda adalah sebagai berikut:
  1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia
  2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
  3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia
 Unsur-unsur pokok yang menjadi variable pengikat dalam sumpah di atas meliputi kesadaran untuk bertanah air Indonesia, berbangsa Indonesia dan berbahasa Indonesia. Ketiga hal ini menjadi indikator utama untuk melihat daya dan power keterujian sumpah atau janji ini terhadap realitas untuk hidup bersatu atau koheren dalam keberagaman fragmentasi seluruh anak negeri. Jika perilaku yang ditampilkan oleh pemimpin atau masyarakat negeri ini jauh dari nilai-nilai kesatuan tersebut, bahkan menjurus anti-thesis dari ketiganya, seperti perpecahan antar golongan, perpecahan internal partai politik, intolerasi antar agama, perkelahian masa, dominasi mayoritas atas minoritas dan lain sebagainya, maka nilai-nilai sumpah ini patut kembali dipertanyakan kepada setiap pemuda dan tetua negeri ini. Ingat, bahwa sumpah ini bersifat hutang dan harus digenapi oleh sang pengikrarnya. Sumpah adalah pengingat, pengikat dan penguat antar elemen bangsa ini. 
Sumpah pemuda sebagai pengingat (reminder) mempunyai peranan penting dalam menjaga dan memandu perjalanan negara atas dasar isi sumpahnya perihal satu tanah air, bangsa, dan satu bahasa. Ingatan dalam arsip memori komunal anak-anak bangsa ini menjadi fungsi fital layaknya sistem memori dalam komputer yang sangat menetukan kecepatan akses penggunaan aplikasi program. Jika komunitas anak-anak bangsa ini banyak yang lupa akan nilai dan makna sumpah pemuda, maka kinerja putra-putri bangsa akan lambat atau “lemot” layaknya komputer pentium 1, dalam hal membangun keserasian dalam keberagaman. Pengingat adalah alarm atau media “dzikir” untuk menyelaraskan teori janji dalam sumpah dengan aplikasi perilaku dari nilai sumpah tersebut. Jika tidak sesuai dengan esensi sumpah, maka alarm ini akan berbunyi dan menandakan ada ketidakberesan dalam integrasi teori janji dengan implementasi.
Terkait dengan sumpah pemuda sebagai penginat, penulis kebetulan pada hari ini sedang berjalan-jalan di salah satu pusat perbelanjaan atau mall di sekitar daerah Ibu Kota Negara Indonesia. Alih-alih ingin mengetahui dan mensurvei ingatan beberapa anak bangsa, justru penulis dikagetkan dengan temuan yang cukup menggelikan atau mengerikan. Penulis mencoba mendekat dan iseng bertanya kepada 8 orang pengunjung secara random sampling terkait tahu tidaknya seseorang tersebut dengan peristiwa hari sumpah pemuda ini. Jawaban dari beberapa responden yang terdiri atas office boy, pelapak, pengunjung, dan seorang laki-laki volunteer UNICEF penggagas Gerakan Anti Kekerasan Terhadap Anak ini, tidak ada satupun dari mereka yang mampu menyebutkan isi 3 poin sumpah pemuda secara benar, bahkan kebanyakan menjawab “Tidah Tahu” dan “Lupa”.
Memang, deskripsi situasi ini tidak mewakili atau menggeneralisasi ketidaktahuan dan kelupaan dari seluruh warga negera ini akan sumpah pemuda. Akan tetapi, fenomena masyarakat tersebut menjadi indikator bahwa mereka telah “lupa” akan eksistensi sumpah pemuda yang telah melandasi berdirinya negara ini. Bisa dibayangkan kalau sebuah janji sudah tidak teringat dalam lintasan berfikirnya, maka apa yang dilakukannya tidak bersumber dari memori pikirannya. Semoga saja, hal ini tidak terjadi pada kaum strata petinggi atau pejabat publik negeri ini, walaupun mungkin boleh saja iseng-iseng diujicobakan kepada mereka untuk mengetahui tingkat akurasi ingatan pemegang kuasa republik ini. Ini hanyalah sebuah warning, jikalau segenap pemimpin dan masa terpimpin sudah “amnesia” akan sumpah dan cita-citanya, maka akan sulit mewujudkan visi misinya.
Selanjutnya, Sumpah Pemuda sebagai pengikat bisa diibaratkan seperti kain tenun yang sudah dipintal dengan rapi. Pintalan kain tenun adalah gabungan dari beberapa tali atau benang yang disatukan membentuk kesatuan kain yang indah dan menawan. Sebuah sumpah juga menjadi pengikat antara beberapa elemen perbedaan keberagaman anak-anak negeri untuk dipadukan dalam satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Jika ikatan ini rapuh dan terurai, maka kain tenun yang sudah dipintal seperti permadani ini akan tercerai berai kembali. Perpecahan ini akan mengakibatkan daya dukung manfaat menjadi lemah dan menimbulkan kerusakan yang fatal. Bisa dibayangkan jika untaian benang sumpah pemuda ini tercerabut, maka negeri ini akan terpecah belah dan hilang dimakan zaman.
Selain sebagai pengingat dan pengikat, sumpah pemuda juga berfungsi sebagai penguat. Nilai-nilai kesatuan tanah air, satu bangsa dan bahasa ini menjadi daya ledak kompresi yang menghasilkan energi untuk menggerakkan laju pertumbuhan dan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sumpah atau janji merupakan sistem keyakinan (core belief) yang menjadi sumber kekuatan hidup dan kehidupan mengarungi derasnya perubahan zaman diera globalisasi ini. Ibarat sebuah bahan bakar fosil yang menjadi bahan utama berputarnya mesin dan roda kendaraan, jika esensi spiritual sumpah tersebut sudah menipis dan habis, maka laju kehidupan bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu akan berhenti dan hanya menjadi ilusi yang tak kunjung tergenapi. 
Itulah hakikat Sumpah Pemuda sebagai pengingat, pengikat dan penguat akan perjalanan kehidupan putra-putri Indonesia yang sudah berkomitmen mengikarkan dan menyatakan untuk hidup dalam satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Jikalau nilai-nilai spirit tahun 1928 ini sudah terlupakan, maka akan terjadi terurainya ikatan dan timbul perpecahan, sehingga mengakibatkan tidak adanya kekuatan, kemauan dan kemampuan untuk hidup bersatu, bahkan jika situasinya tidak dapat dikendalikan akan menciptakan terbelahnya angka satu, menjadi dua, tiga, empat, lima tanah air, enam bangsa, bahkan ratusan bahasa sendiri-sendiri, karena mereka tidak lagi yakin dan peduli dengan derajat keterujian sumpah pemuda dari para pendahulunya. Semua ini tergantung komitmen putra-putri seluruh elemen bangsa yang lahir dan tumbuh berkembang di tanah air dari Aceh hingga Papua.

Kamis, 27 Oktober 2016

Belajar Kisah Sukses Dari Sang Juara Dunia MotoGP


Kisah Sukses Sang Juara Dunia MotoGP
 
          Marc Marquez alias The Baby Alien, pria kebangsaan Spanyol berusia 23 tahun ini berhasil menjadi Juara Dunia MotoGP tahun 2016. Ia mencatat sejarah sebagai pembalap termuda yang meraih gelar juara dunia MotoGP sebanyak 3 kali (2013, 2014 dan 2016) pada usia 23 tahun dan 242 hari. Sebuah pencapaian yang fenomenal dan melampui batas dari para juara MotoGP sebelumnya, termasuk The Doctor Valentino Rossi.
          Pembalap bertubuh mungil dari tim Repsol Honda ini menjadi juara dunia tahun 2016 setelah memenangi seri XV MotoGP Jepang di sirkuit Twin Ring Motegi Minggu, 15 Oktober 2016, padahal seri balapan masih tersisa 3 kali yaitu di Australia, Malaysia, Valencia. Ia sudah dapat mengangkat trofi juara I karena perolehan poinnya sudah mencapai 273 poin dan tidak mungkin lagi terlewati raihan poinnya oleh dua pesaing terdekat dari tim Moviestar Yamaha, Valentiono Rossi (196 poin) dan Jorge Lorenzo (182 poin). Marquez berhasil meraih poin secara konsisten pada setiap laga dan selalu naik podium pada seri balapan tahun ini, kecuali terakhir terjatuh di seri Australia minggu lalu.
           Kemenangan dan keberhasilan meraih juara dunia ini tentu saja buah dari akumulasi mental, fisik, teknik dan kerjasama tim konstruktor. Marc Marquez hanyalah satu titik dari bagian sistem terpadu dalam naungan tim Honda. Semua elemen dari sumber daya manusia, sumber daya material, sumber daya teknik, dan sumber daya lainnya bersatu padu menjalankan skenario terbaik pada masing-masing tugas pokoknya. Marquez dengan kompetensi hard skill pembalap dan soft skill mentalnya serta kontribusi maksimal dari para konstruktor mesin, cummuter line dan pit stop telah bersama-sama mengantarkan dirinya menjadi Sang Juara Dunia.
          Prestasi spektakuler ini tidak diraih tiba-tiba dan instan. Marquez membutuhkan proses perjuangan berliku dan penuh dengan resiko dalam setiap melewati lawannya dalam tikungan yang tajam. Ia juga banyak belajar dari hal-hal kesalahan maupun kekurangan dari dirinya maupun dari tim pacuan kuda besinya. Bahkan ia beserta timnya selalu berjibaku melakukan perbaikan, evaluasi dan koreksi berkelanjutan terhadap berbagai catatan pada tiap-tiap laga. Aktivitas perbaikan ini menjadikan dirinya selalu bergerak ekplosif dan hampir selalu memperbaiki catatan pencapaian pada setiap penampilannya. Semua tim berkomitmen dan konsisten untuk berjalan sesuai dengan alur dan peta kerja masing-masing fungsinya, sehingga membuahkan karya optimal menguasai jagad balapan sepeda motor paling bergensi di muka bumi ini.
         Itulah Marc Marquez dengan Tim Honda-nya yang telah berhasil mendapatkan nikmat dan anugerah trophy sebagai juara dunia MotoGP. Kesuksesan ini diraih hanya karena mereka berjalan pada “jalan kebenaran” atau jalan yang lurus, komitmen dan konsisten terhadap visi, misi dan program yang telah mereka petakan skenarionya. Mereka berjalan pada lintasan yang benar sesuai ilmu dan petunjuk langkah-langkah menjadi juara dunia dalam konteks balapan pacuan mesin.
         Dengan kata lain, jalur kemenangan ini memang hanya berpihak kepada orang-orang yang melakukan sesuatu yang benar dengan caya yang benar, do the right thing and do the thing right. Marc Marquez hanyalah satu contoh dari manusia-manusia yang konsisten memperjuangkan apa yang diyakininya sebagai sesuatu yang benar menurut dirinya. Ia berhasil merebut juara dunia karena kegigihannya, resikonya, kesabarannya, pantang mundur, ketangguhannya, ketrampilannya, keahliannya, kerjasamanya yang berbalut dengan komitmen pada cara atau jalan yang benar menjadi Sang Juara Dunia. Itulah contoh seorang pemenang bukan seorang pecundang, orang yang mendapat nikmat bukan laknat.
          Fakta di atas adalah sesuatu yang benar sehingga bisa dijadikan contoh dalam konteks dan aplikasi hidup sesuai dengan visi dan misi tertentu. Marc Marquez tidak mungkin meraih gelar juara dunia kalau berjalan pada jalan yang salah. Jalan yang salah adalah kebalikan atau anti-thesis dari rumusan jalan kebenaran yang dilalui olehnya. Lihat saja, 19 pembalap saingannya tidak dapat mengalahkan poinnya dan harus rela memberikan kemenangan padanya karena pembalap lain berjalan pada jalan yang salah, jalan yang tidak lurus ini telah membuat Valentino Rossi dan Jorge Lorenzo terjatuh tergelincir di sirkuit Jepang, dan pada akhirnya memberikan jalan mulus peringkat 1 dunia kepada Marc Marquez.
          Itulah pelajaran berharga dari para juara dunia. Kata kuncinya, bagi kita yang bukan seorang pembalap MotoGP ataupun orang-orang yang berkompetisi pada level dunia, tetapi ingin menjadi juara atau pemenang pada radius atau skala tertentu, maka hal yang harus dilakukan adalah mencontoh dan belajar dari kisah sukses seorang pemenang. Nilai-nilai universal dari seorang juara seperti komitmen, konsisten, mental, skill, teknik, komptensi, kesabaran, kegigihan merupakan “jalan kebenaran” yang tidak terbatas ruang dan waktu. Pola kebenaran ini bisa diduplikasi oleh siapa saja dan dimana saja yang ingin menjadi juara dunia, atau setidaknya menjadi juara dalam lingkungan keluarga, lingkungan kampung, lingkungan kampus, lingkungan dunia maya, lingkungan dan level lainnya sesuai daya jangkau kebermanfaatan masing-masing insan manusia. Ya, jalan kebenaran ini akan mengantar seorang manusia pada kemenangan, sementara jalan kesalahan akan mengantar manusia pada kekalahan. Itulah fakta dan bisa diamati di alam nyata serta tergores dalam catatan sejarah perjalanan peradaban umat manusia.